Cari Blog Ini

Selasa, 24 Juni 2014

Tafsir Iqro'

Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu.

Bismillahirrahmanirrahim
Allahummashalli 'alaa Muhammad wa'alaa aalihi wa ashabihi wadlurriyatihi
washallim.

 




“Alhamdulillahi nasta’iinuhu wanastagh firuhu wana’uudzubillaahi min syuruuri anfusinaa waminsayyi ati a’ maalinaa man yahdihillahu falaa mudhilla lahu waman yudhlil falaa haadiya lahu, asyhadu anlaa ilaha illallaahu wah dahulaa syariikalahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu warasuuluhu la nabiya ba’da.”


Surat Iqro’ atau surat Al ‘Alaq adalah surat yang pertama kali diturunkan pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Surat tersebut adalah surat Makkiyyah. Di awal-awal surat berisi perintah membaca. Yang dengan membaca dapat diketahui perintah dan larangan Allah. Jadi manusia bukanlah dicipta begitu saja di dunia, namun ia juga diperintah dan dilarang. Itulah urgensi membaca, maka bacalah, bacalah!

Allah Ta’ala berfirman,
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qolam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq: 1-5).
Bacalah! Bacalah!
Surat ini adalah yang pertama kali turun pada Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Surat tersebut turun di awal-awal kenabian. Ketika itu beliau tidak tahu tulis menulis dan tidak mengerti tentang iman. Lantas Jibril datang dengan membawa risalah atau wahyu. Lalu Jibril memerintahkan nabi untuk membacanya. Beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- enggan. Beliau berkata,
مَا أَنَا بِقَارِئٍ
“Aku tidak bisa membaca.” (HR. Bukhari no. 3). Beliau terus mengatakan seperti itu sampai akhirnya beliau membacanya. Kemudian turunlah ayat,
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan“. Yang dimaksud menciptakan di sini adalah menciptakan makhluk secara umum. Tetapi yang dimaksudkan secara khusus di sini adalah manusia. Manusia diciptakan dari segumpal darah sebagaimana disebut dalam ayat selanjutnya,
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”
Manusia bukan hanya dicipta, namun ia juga diperintah dan dilarang. Untuk menjelaskan perintah dan larangan ini diutuslah Rasul dan diturunkanlah Al Kitab (Al Qur’an). Oleh karena itu, setelah menceritakan perintah untuk membaca disebutkan mengenai penciptaan manusia.
Bentuk Kasih Sayang Allah: Diajarkan Ilmu
Setelah itu, Allah memerintahkan,
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ
“Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah.” Disebutkan bahwa Allah memiliki sifat pemurah yang luas dan karunianya yang besar pada makhluk-Nya. Di antara bentuk karunia Allah pada manusia -kata Syaikh As Sa’di rahimahullah- adalah Dia mengajarkan ilmu pada manusia sebagaimana disebutkan dalam ayat selanjutnya,
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
“Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qolam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Kata Syaikh As Sa’di rahimahullah, “Manusia dikeluarkan dari perut ibunya ketika lahir tidak mengetahui apa-apa. Lalu Allah menjadikan baginya penglihatan dan pendengaran serta hati sebagai jalan untuk mendapatkan ilmu.” (Taisiri Al Karimir Rahman, hal. 930).
Allah mengajarkan pada manusia Al Qur’an dan mengajarkan padanya hikmah, yaitu ilmu. Allah mengajarkannya dengan qolam (pena) yang bisa membuat ilmunya semakin lekat. Allah pun mengutus Rasul supaya bisa menjelaskan pada mereka. Alhamdulillah, atas berbagai nikmat ini yang sulit dibalas dan disyukuri.

Al Qur’an Turun Sebagai Kasih Sayang pada Manusia
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Al Qur’an yang pertama kali turun adalah ayat-ayat ini. Inilah rahmat dan nikmat pertama yang Allah berikan pada para hamba. Dalam awal surat tersebut terdapat pelajaran bahwa manusia pertama tercipta dari ‘alaqoh (segumpal darah). Di antara bentuk kasih sayang Allah adalah ia mengajarkan pada manusia apa yang tidak mereka ketahui.”

Keutamaan Ilmu
Ibnu Katsir rahimahullah juga berkata, “Seseorang itu akan semakin mulia dengan ilmu diin yang ia miliki. Ilmu itulah yang membedakan bapak manusia, yaitu Adam dengan para malaikat. Ilmu ini terkadang di pikiran. Ilmu juga kadang di lisan. Ilmu juga terkadang di dalam tulisan tangan untuk menyalurkan apa yang dalam pikiran, lisan, maupun yang tergambarkan di pikiran.”

Keutamaan Selalu Mengikat Ilmu dengan Tulisan

Dalam atsar disebutkan,
قيدوا العلم بالكتابة
“Ikatlah ilmu dengan tulisan.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrok 1: 106. Dihasankan oleh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 2026).
Dalam atsar lainnya juga disebutkan,
مَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ وَرَثَهُ اللهُ عِلْمَ مَا لَمْ يَكُنْ يَعْلَمُ
“Barangsiapa yang mengamalkan ilmu yang ia ketahui, maka Allah akan memberikan dia ilmu yang ia tidak ketahui.” (HR. Abu Nu’aim dalam Hilyatul Awliya’, 10: 15. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini maudhu’ atau palsu. Lihat As Silsilah Adh Dho’ifah no. 422)


Orang beriman selalu butuh pada Allah. Sedangkan sifat orang kafir merasa dirinya-lah sebab segala-galanya. Orang yang melampaui batas merasa dirinya itu sehat karena dirinya itu sendiri. Biasanya juga ia selalu sombong karena punya banyak harta. Inilah lanjutan dari surat Iqro’ (Al ‘Alaq)
Allah Ta’ala berfirman,
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى (6) أَنْ رَآَهُ اسْتَغْنَى (7) إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى (8)
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Rabbmulah kembali(mu).” (QS. Al ‘Alaq: 6-8).
Manusia Telah Melampaui Batas
Al Qurthubi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan thugyan (layathgho) dalam ayat adalah melampaui batas dalam bermaksiat. (Tafsir Al Qurthubi, 10: 75)
Dalam ayat di atas, Allah mengabarkan bahwa manusia begitu bangga dan sombong ketika melihat dirinyalah yang paling banyak harta. Lalu Allah memberikan ancaman dalam ayat selanjutnya yang artinya, “ Sesungguhnya hanya kepada Rabbmulah kembali(mu).” Maksudnya adalah kita semua akan kembali pada Allah lalu kita akan dihisab. Kita akan ditanya dari mana harta kita dikumulkan. Kita pun akan ditanya ke mana harta kita dimanfaatkan. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Ahzhim, 7: 604.

Asy Syaukani mengatakan bahwa sesungguhnya manusia benar-benar telah melampaui batas sehingga menjadi sombong atas Rabbnya. Ada yang memaksudkan manusia dalam ayat ke-6 tersebut adalah Abu Jahl. Lihat Fathul Qodir, 5: 628.
Mengenai ayat ketujuh, Asy Syaukani menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah manusia melihat dirinya serba cukup. Itulah mengapa disebut melampaui batas. Melihat dalam ayat tersebut bermakna mengetahui.

Mengenai anggapan bahwa yang dimaksud secara khusus tentang ayat yang kita kaji adalah Abu Jahl tidaklah tepat.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Manusia (yang dimaksud dalam ayat ke-6) bukanlah person tertentu. Bahkan yang dimaksud adalah jenis manusia. Setiap orang yang merasa karena dirinyalah sebab segala-galanya, dialah yang dikatakan melampaui batas. Thughyan yang dimaksud dalam ayat adalah melampaui batas. Jika seseorang merasa diri sudah cukup dan tidak butuh pada rahmat Allah, dialah orang yang sombong atau melampaui batas.

Jika ia tidak merasa butuh lagi pada Allah dalam menghilangkan kesulitan, itulah yang dikatakan sombong. Jika seseorang merasa dirinya cukup dengan sehat yang ia miliki, maka ia lupa dulu pernah sakit. Jika ia merasa kenyang dengan sendirinya, maka ia lupa dulu pernah lapar.

Jika ia merasa sudah cukup dengan menutupi diri dengan pakaian yang ia miliki, maka ia lupa jika dulu ia pernah tidak memiliki apa-apa untuk berpakaian. Jadi di antara sikap sombong manusia adalah ia merasa dirinya-lah sebab segala-galanya, bukan dari Allah. Namun orang mukmin berbeda dengan kondisi tadi. Orang mukmin selalu butuh pada Allah. Ia tidak pernah lepas dari kebutuhan pada-Nya walau sekejap mata. Ia benar-benar setiap waktu terus butuh pada Allah.” (Tafsir Al Qur’an Al Karim – Juz ‘Amma, hal. 264).

Dua Orang yang Tidak Pernah Puas

Ada dua orang yang tidak pernah puas yaitu pencari ilmu akhirat (ilmu diin) dan pencari dunia. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas,
مَنْهُومَانِ لاَ يَشْبَعَانِ : طَالِبُ عِلْمٍ وَطَالِبُ دُنْيَا
“Ada dua orang yang begitu rakus dan tidak pernah merasa kenyang: (1) penuntut ilmu (agama) dan (2) pencari dunia.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrok 1: 92. Dishahihkan oleh Al Hakim dan disepakati oleh Imam Adz Dzahabi).
Karena memang demikian, orang yang saking gandrungnya tidak akan pernah puas sehingga terus mencari dunia dan dunia. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ ، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 6439 dan Muslim no. 1048)
Sedangkan penuntut ilmu akan terus mencari ilmu dan ilmu setiap hari, setiap waktu dan di setiap tempat. Karena mengetahui bagaimanakah agung dan utamanya ilmu agama.


Dalam tafsir surat Iqro’ kali ini dibicarakan tentang ancaman bagi orang yang mengajak orang lain untuk sesat dan menjauhkan dari kebenaran.
Allah Ta’ala berfirman,
أَرَأَيْتَ الَّذِي يَنْهَى (9) عَبْدًا إِذَا صَلَّى (10) أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَى الْهُدَى (11) أَوْ أَمَرَ بِالتَّقْوَى (12) أَرَأَيْتَ إِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى (13) أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَى (14) كَلَّا لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعَنْ بِالنَّاصِيَةِ (15) نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ (16) فَلْيَدْعُ نَادِيَهُ (17) سَنَدْعُ الزَّبَانِيَةَ (18) كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ (19)
“Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika mengerjakan shalat, bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran, atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)? Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling? Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya? Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya. (Yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka. Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya), kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah. Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Rabbmu).” (QS. Al ‘Alaq: 9-19)
Mengajak Orang Lain untuk Sesat
Setelah Allah memberikan berbagai macam nikmat, yang tidak mungkin ia membalas nikmat tersebut dan tidak mungkin ia mensyukurinya dengan sempurna. Lalu Allah karuniakan kekayaan dan keluasan rezeki. Akan tetapi, jika manusia melihat dirinya telah kaya, ia melampaui batas. Bahkan ia menghalang-halangi dari petunjuk. Ia lupa bahwa ia akan kembali pada Allah Ta’ala dan akan diberi balasan.

Ketika ia tidak mau menerima kebenaran itu sendiri, ia pun mengajak lainnya untuk meninggalkan petunjuk dan melarang untuk menunaikan shalat. Padahal shalat adalah sebaik-baik amalan iman.
Al huda atau petunjuk yang dimaksud dalam ayat yang dibahas adalah mengetahui kebenaran dan mengamalkannya.
Berpaling dari Kebenaran
Selanjutnya pada ayat, “Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling? Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?”
Maksud ayat, harusnya orang yang mendustakan kebenaran takut akan siksa Allah. Karena Allah melihat segala perbuatan dan tingkah laku manusia.
Jika Terus Menolak Kebenaran
Jika seseorang terus menerus menolak kebenaran, maka keadaannya sebagaimana yang disebut dalam ayat, Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya. (Yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.
Maksud ayat di atas, sesuai dengan hakekatnya, yaitu ubun-ubunnya akan ditarik sebagai siksaan untuknya.

Lalu ketika itu ia akan memannggil teman-teman yang semajelis dengannya untuk menolongnya, “Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya), kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah. Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Rabbmu).”
Yang dimaksud Zabaniyah adalah penjaga Jahannam, di mana penjaga tersebut akan menyiksa mereka. Inilah akibat bagi orang yang menolak kebenaran dan melarang orang lain untuk shalat. Kita selaku muslim diperintahkan untuk tidak mentaati mereka. Bersujudlah dan dekatkanlah diri pada Allah.
Abu Jahl yang Melarang Rasul dari Shalat
Ayat yang dibahas kali ini adalah ancaman bagi setiap orang yang menghalangi dari kebenaran dan juga melarang dari shalat. Namun ayat ini turun pada Abu Jahl yang melarang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari shalat, ia pun menyakiti dan menghardik beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semoga bermanfaat. Berakhir sudah tafsir Surat Iqro’. Moga Allah memahamkan kita pada Al Qur’an dan terus rajin menerungkannya.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Wallahu'alam
Wa-Baarakallaahu Fiikum jamii'an
Wasalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatu


 Bismillahirrahmanirrahim...
Allahumma shallii alaa Muhammad Nabiyyil ummi wa barik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Wa umma wabarik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man shalla' alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man lam an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama tuhibbu an yushalli 'alaihi wassallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama amarta an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama yasbaqhis shalawatu 'alaihi wasallim.

Allahumma shalli 'alaa Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamasollaita'ala Ibrahim
Wabarik'ala Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamabarakta'ala Ibrahima fil'alamin.
innaka hamidunmajid

amiin Ya Karim
amiin Ya Wahhab..amiin Ya "Alimun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly

Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly   1 Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu. Bismillahirrahmanirrahim Allahummashalli 'al...