Cari Blog Ini

Rabu, 18 Juni 2014

Al-Qur'an adalah Petunjuk

Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu.

Bismillahirrahmanirrahim
Allahummashalli 'alaa Muhammad wa'alaa aalihi wa ashabihi wadlurriyatihi
washallim.
 





“Alhamdulillahi nasta’iinuhu wanastagh firuhu wana’uudzubillaahi min syuruuri anfusinaa waminsayyi ati a’ maalinaa man yahdihillahu falaa mudhilla lahu waman yudhlil falaa haadiya lahu, asyhadu anlaa ilaha illallaahu wah dahulaa syariikalahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu warasuuluhu la nabiya ba’da.”
 
Al-Qur'an adalah Petunjuk

Al-Qur'an adalah Petunjuk Cahaya- Furqon (Pembeda) antara yang haq dan yang bathil

Yang membedakan batasan seseorang itu Muslim dan Kaffir adalah lihat dari shalatnya!

Khalifah Umar bin Khottob, pernah bertutur,

“Laa islama liman tarokash sholaah”

[Tidak disebut muslim bagi orang yang meninggalkan shalat]

Shalat adalah Nur
(cahaya) di Dunia dan Akhirat

 
 



Shalat adalah cahaya



Cahaya adalah sesuatu yang dijadikan penerang di tengah kegelapan agar kita dapat membedakan antara manfaat dan mudharat dan agar kita mendapatkan petunjuk kepada apa yang kita inginkan. Demikian pula shalat apabila dikerjakan hamba seperti yang Allah Azza wa Jalla perintahkan akan mewariskan cahaya hidayah di dalam hati dan menjadikannya sebagai al-furqân (pembeda) yang dapat menjadikannya mampu membedakan antara yang hak dan yang batil.[1]

Shalat adalah tiang agama dan agama seseorang tidak tegak kecuali dengan menegakkan shalat.

Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.”[HR. Tirmidzi no. 2825. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi [ed]

"Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya batasan antara seseorang dengan kekafiran dan kesyirikan adalah shalat. Barangsiapa meninggalkan shalat, maka ia kafir” [HR. Muslim no. 978]

#Dalil- Hujjah (Argumentasi) dari Wahyu (Qur'an),

Allah Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
...."Innash-sholaata tanhaa 'anil fahsyaa-i Wal-munkar-i ...

“...Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar...” [QS. 29 al-‘Ankabût : 45]

#Dalil- Hujjah (Argumentasi) dari Wahyu (As-Sunnah),

Shalat adalah cahaya secara mutlak. Oleh Karena itu, shalat adalah penyejuk mata orang-orang bertakwa,[2]

seperti disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “…Dan dijadikan penyejuk mataku dalam shalat”[3]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Wahai Bilal !
Iqamatlah untuk shalat dan hiburlah kami dengannya”[4]

Tentang hukuman di akhirat bagi orang yang menyia-nyiakan shalat dinyatakan Allah Ta'Ala dalam firman-Nya:

ﻣَﺎ ﺳَﻠَﻜَﻜُﻢْ ﻓِﻲ ﺳَﻘَﺮَ

"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" [Surat 74. Al-Muddatstsir:42]

ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻟَﻢْ ﻧَﻚُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺼَﻠِّﻴﻦَ

Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, [Surat 74. Al-Muddatstsir:43]

ﻓَﻮَﻳْﻞٌ ﻟِﻠْﻤُﺼَﻠِّﻴﻦَ

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, [Surat 107. Al-Ma’un: 4]

ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻫُﻢْ ﻋَﻦْ ﺻَﻠَﺎﺗِﻬِﻢْ ﺳَﺎﻫُﻮﻥَ

(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya," [Surat 107. Al-Ma’un: 5]

ﻓَﺨَﻠَﻒَ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِﻫِﻢْ ﺧَﻠْﻒٌ ﺃَﺿَﺎﻋُﻮﺍ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓَ ﻭَﺍﺗَّﺒَﻌُﻮﺍ ﺍﻟﺸَّﻬَﻮَﺍﺕِ ۖ ﻓَﺴَﻮْﻑَ ﻳَﻠْﻘَﻮْﻥَ ﻏَﻴًّﺎ

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, [Surat 19. Maryam: 59)

Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama tentang hukum meninggalkan shalat

1. Abdullah bin Mubarak, Ahmad, Ishaq, dan Ibnu Hubaib dari kalangan Malikiyyah berpendapat kafir3 orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja walaupun ia tidak menentang kewajiban shalat. Pendapat ini dihikayatkan pula dari Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, dan Al-Hakam bin ‘Uyainah g. Sebagian pengikut Al-Imam Asy-Syafi’i v juga berpendapat demikian4. (Al-Majmu’ 3/19, Al-Minhaj 2/257, Nailul Authar, 2/403)

Mereka berargumen dengan firman Allah k:

“Apabila telah habis bulan-bulan Haram, bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kalian jumpai mereka dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Apabila mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At-Taubah: 5)

Dalam ayat di atas Allah k menetapkan harus terpenuhinya tiga syarat barulah seorang yang tadinya musyrik dibebaskan dari hukuman bunuh sebagai orang kafir yaitu bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Bila tiga syarat ini terpenuhi berarti ia telah menjadi seorang muslim yang terpelihara darahnya. Namun bila tidak, ia bukanlah seorang muslim. Dengan demikian, barangsiapa meninggalkan shalat dengan sengaja, tidak mau menunaikannya, berarti tidak memenuhi syarat untuk dibiarkan berjalan, yang berarti ia boleh dibunuh5.

Argumen mereka dari hadits adalah hadits Jabir bin ‘Abdillah c, ia berkata, “Aku pernah mendengar Nabi n bersabda:

“Sesungguhnya antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 242)

Demikian pula hadits Buraidah ibnul Hushaib z, ia berkata, “Rasulullah n bersabda:

“Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkan shalat berarti ia kafir.” (HR. Ahmad 5/346, At-Tirmidzi no. 2621, Ibnu Majah no. 1079 dan selainnya. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih At-Tirmidzi, Al-Misykat no. 574 dan juga dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib hal. 299) [Lihat Tharhut Tatsrib, 1/323]

Dalam dua hadits di atas dinyatakan secara umum “meninggalkan shalat” tanpa ada penyebutan “meninggalkan karena menentang kewajibannya”. Berarti ancaman dalam hadits diberlakukan secara umum, baik bagi orang yang meninggalkan shalat karena menentang kewajibannya atau pun tidak.

Seorang tabi’in bernama Abdullah bin Syaqiq t berkata:

“Adalah para sahabat Rasulullah n tidak memandang adanya sesuatu dari amalan-amalan yang bila ditinggalkan dapat mengkafirkan pelakunya kecuali amalan shalat.” (HR. At-Tirmidzi no. 2622, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, demikian pula dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 562)

Abdullah menyebutkan bahwa para sahabat sepakat ‘orang yang meninggalkan shalat itu kafir’ dan mereka tidak mensyaratkan ‘harus disertai dengan pengingkaran akan kewajibannya’ atau ‘menentang kewajiban shalat’. Karena yang mengatakan shalat itu tidak wajib, jelas sekali kekafirannya bagi semua orang. (Al-Majmu’ 3/19, Al-Minhaj 2/257, Tharhut Tatsrib 1/323, Nailul Authar 2/403)

2. Sementara itu, dinukilkan pula pendapat mayoritas ulama yang memandang tidak atau belum kafirnya orang yang meninggalkan shalat secara sengaja. Al-Imam Abdul Haq Al-Isybili t dalam kitabnya Ash Shalah wat Tahajjud (hal. 96) menyatakan, “Seluruh kaum muslimin dari kalangan Ahlus Sunnah, baik ahli haditsnya maupun selain mereka, berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat secara sengaja dalam keadaan ia mengimani kewajiban shalat dan mengakui/menetapkannya, tidaklah dikafirkan. Namun dia telah melakukan suatu perbuatan dosa yang amat besar. Adapun hadits Nabi n yang secara zhahir menyebutkan kafirnya orang yang meninggalkan shalat, demikian pula ucapan ‘Umar z dan selainnya, mereka takwil sebagaimana mereka mentakwil sabda Nabi n:

“Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan ia beriman saat melakukan perbuatan zina tersebut.”6

Demikian pula hadits-hadits lain yang senada dengan ini. Adapun ahlul ilmi yang berpendapat dibunuhnya orang yang meninggalkan shalat, hanyalah memaksudkan ia dibunuh sebagai hukum had, bukan karena ia kafir. Demikian pendapat ini dipegangi oleh Al-Imam Malik, Asy Syafi’i, dan selain keduanya.”

Al-Hafizh Al-‘Iraqi t berkata, “Jumhur ahlul ilmi berpendapat tidak kafirnya orang yang meninggalkan shalat bila memang ia tidak menentang kewajibannya. Ini merupakan pendapat para imam: Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, dan juga satu riwayat dari Al-Imam Ahmad bin Hambal. Terhadap hadits-hadits yang shahih dalam masalah hukum meninggalkan shalat ini7, mereka menjawab dengan beberapa jawaban, di antaranya:

Pertama: Makna dari hadits-hadits tersebut adalah orang yang meninggalkan shalat pantas mendapatkan hukuman yang diberikan kepada orang kafir yaitu dibunuh.

Kedua: Vonis kafir yang ada dalam hadits-hadits tersebut diberlakukan kepada orang yang menganggap halal meninggalkan shalat tanpa udzur.

Ketiga: Meninggalkan shalat terkadang dapat mengantarkan pelakunya kepada kekafiran, sebagaimana dinyatakan bahwa ‘perbuatan maksiat adalah pos kekafiran’.

Keempat: Perbuatan meninggalkan shalat adalah perbuatan orang-orang kafir.” (Tharhut Tatsrib, 1/324-325)

Dalil yang dipakai oleh jumhur ulama adalah firman Allah k:

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa menyekutukan-Nya dengan sesuatu8 (syirik) dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An-Nisa`: 48)

Sementara tidak mengerjakan shalat bukan perbuatan syirik, namun salah satu perbuatan dosa besar yang Allah k janjikan untuk diberikan pengampunan bagi siapa yang Allah k kehendaki.

Juga hadits-hadits yang banyak, di antaranya hadits ‘Ubadah ibnush Shamit z dari Rasulullah n:

“Shalat lima waktu Allah wajibkan atas hamba-hamba-Nya. Siapa yang mengerjakannya tanpa menyia-nyiakan di antara kelima shalat tersebut karena meremehkan keberadaannya maka ia mendapatkan janji dari sisi Allah untuk Allah masukkan ke surga. Namun siapa yang tidak mengerjakannya maka tidak ada baginya janji dari sisi Allah, jika Allah menghendaki Allah akan mengadzabnya, dan jika Allah menghendaki maka Allah akan mengampuninya.” (HR. Abu Dawud no. 1420 dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Abi Dawud)

Hadits Abu Hurairah z dari Nabi n:

“Amalan yang pertama kali dihisab dari seorang hamba nanti pada hari kiamat adalah shalat wajib. Jika ia sempurnakan shalat yang wajib tersebut maka sempurna amalannya, namun jika tidak dikatakanlah, ‘Lihatlah, apakah orang ini memiliki amalan tathawwu’ (shalat sunnah)?’ Bila ia memiliki amalan tathawwu’, disempurnakanlah shalat wajib yang dikerjakannya dengan shalat sunnahnya. Kemudian seluruh amalan yang difardhukan juga diperbuat semisal itu.” (HR. Ibnu Majah no. 1425 dan lainnya, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Sunan Ibni Majah dan Al-Misykat no. 1330-1331)

Demikian pula hadits dalam Ash-Shahihain yang dibawakan oleh ‘Ubadah ibnush Shamit z dari Nabi n, beliau bersabda:

“Siapa yang mengucapkan, ‘Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali hanya Allah saja tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, ‘Isa adalah hamba Allah, putra dari hamba perempuan Allah, kalimat-Nya yang Dia lontarkan kepada Maryam dan ruh ciptaan-Nya, dan surga itu benar adanya, neraka pun adanya’, maka orang yang bersaksi seperti ini akan Allah masukkan ke dalam surga apa pun amalannya.” (HR. Al-Bukhari no. 3435 dan Muslim no. 139)

Dalam satu riwayat Al-Imam Muslim (no. 141) dibawakan sabda Rasulullah n:

“Siapa yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali hanya Allah saja dan bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah, maka Allah haramkan neraka baginya.”

Selain itu, banyak didapatkan dalil yang menunjukkan tidak kekalnya seorang muslim yang masih memiliki iman walau sedikit di dalam neraka, bila ia telah mengucapkan syahadatain, seperti hadits Anas bin Malik z berikut ini. Anas berkata, “Rasulullah n bersabda:

“Akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan di hatinya ada kebaikan (iman) seberat sya’ir (satu jenis gandum). Kemudian akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan di hatinya ada kebaikan seberat burrah (satu jenis gandum juga). Kemudian akan dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dan di hatinya ada kebaikan seberat semut yang sangat kecil.” (HR. Al-Bukhari no. 44 dan Muslim no. 477)

Ulama yang berpandangan tidak kafirnya orang yang meninggalkan shalat tidaklah kemudian membebaskan pelakunya dari hukuman atau meringan-ringankan hukumannya. Bahkan sebaliknya, hukuman berat dijatuhkan sebagaimana yang akan kita baca dalam keterangan berikut ini.

Ibnu Syihab Az-Zuhri, Sa’id ibnul Musayyab, ‘Umar bin Abdil ‘Aziz, Abu Hanifah, Dawud bin ‘Ali dan Al-Muzani berpendapat, orang yang meninggalkan shalat karena malas, tidaklah divonis kafir, namun fasik. Ia harus ditahan atau dipenjara oleh pemerintah muslimin9 dan dipukul dengan pukulan yang keras sampai darahnya bercucuran. Hukuman ini terus ditimpakan padanya sampai ia mau bertaubat dan mengerjakan shalat atau sampai mati dalam penjara10. Hukuman bunuh tidak sampai dijatuhkan padanya kecuali bila ia menentang kewajiban shalat, karena ada hadits Ibnu Mas’ud z dari Nabi n berikut ini:

“Tidak halal ditumpahkan darah seseorang yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah saja dan ia bersaksi bahwa aku adalah Rasulullah, kecuali salah satu dari tiga golongan, yaitu seseorang yang sudah/pernah menikah melakukan perbuatan zina, karena jiwa dibalas jiwa (seseorang membunuh orang lain maka balasannya ia diqishash/dibunuh juga), dan orang yang meninggalkan agamanya, berpisah dengan jamaahnya kaum muslimin.” (HR. Al-Bukhari no. 6878 dan Muslim no. 4351) [Al-Majmu’ 3/19, Ash-Shalatu wa Hukmu Tarikiha, hal. 7-8]

Dalam hadits di atas tidak disebutkan hukum bunuh untuk orang yang meninggalkan shalat. (Al-Minhaj, 2/257)

Madzhab Malikiyyah dan Syafi’iyyah berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat tanpa ada udzur, ia diminta bertaubat dari perbuatannya. Bila tidak mau bertaubat maka dibunuh11 dengan cara dipenggal dengan pedang menurut pendapat jumhur12. Namun hukuman bunuh ini dijatuhkan sebagai hukum had baginya bukan dibunuh karena kafir. Setelah meninggal, ia dikafani, dishalati, dan dikuburkan di pemakaman muslimin. (Al-Majmu’ 3/17, Al-Minhaj 2/257, Nailul Authar, 2/403)

Dari keterangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t dalam Majmu’ Fatawa (22/40-53) sehubungan dengan perkara shalat ini, tampak bahwa beliau membagi manusia menjadi empat macam:

Orang yang menolak untuk mengerjakan shalat sampai ia dibunuh, sementara di hatinya sama sekali tidak ada pengakuan akan kewajiban shalat dan tidak ada keinginan untuk mengerjakannya. Orang ini kafir menurut kesepakatan kaum muslimin.

Orang yang terus-menerus meninggalkan shalat sampai meninggalnya, sama sekali ia tidak pernah sujud kepada Allah k. Ia pun tidak mengakui kewajibannya maka orang ini pun kafir.

Orang yang tidak menjaga shalat lima waktu, ini adalah keadaan kebanyakan manusia. Sekali waktu ia mengerjakan shalat, pada kali lain ia meninggalkannya. Orang yang keadaannya seperti ini berada di bawah kehendak Allah l. Jika Allah l menghendaki akan diadzab, kalau tidak maka Allah l akan mengampuninya. Dalilnya adalah hadits ‘Ubadah ibnush Shamit z yang telah disebutkan di atas.

Footnote (Catatan kaki),
---------------------
[1]. Qawâ’id wa Fawâid (hlm. 201).

[2]. Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (II/21).

[3]. Hasan: HR. Ahmad (III/128, 199, 285) dan an-Nasâ-i (VII/61-62) dan dalam Isyratun Nisâ' (no. 1), al-Hâkim (II/160), dan al-Baihaqi (VII/78) dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu. Lihat Shahîhul-Jâmi’ish Shaghîr (no. 3124).

[4]. Shahîh: HR. Abu Dâwud (no. 4985, 4986).


Penutup

سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
"Sami'naa waatho'naa ghufroonaka robbanaa wailaikal mashiir-u."

"Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". [QS. 2.Al-Baqarah : 285]

سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
"Sami'naa wa-atho'naa waattaquullooha innallooha 'aliimun bidzaatish-shuduur-i."

"Kami dengar dan kami taati". Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mengetahui isi hati(mu)."[QS.5.Al-Maa'idah : 7]

ﺣَﺴْﺒُﻨَﺎ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﻧِﻌْﻢَ ﺍﻟْﻮَﻛِﻴﻞُ
"Hasbunalloohu wani'mal wakiil-u"

"Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." [Qur'an Surat. 3 Ali-Imran : 173]-

ﻧِﻌْﻢَ ﺍﻟْﻤَﻮْﻟَﻰٰ ﻭَﻧِﻌْﻢَ ﺍﻟﻨَّﺼِﻴﺮُ
"Ni'mal maulaa wani'man-nashiir-u"

Dia (Allah) adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong." [Qur'an Surat. 8 Al-Anfal : 40--

Shalawat Ibrahimiyyah,

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى (إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى) آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ (فِي رِوَايَةٍ: وَ بَارِكْ) عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى (إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى) آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

"Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad, kamaa shallaita 'ala Ibrahim wa 'ala aali Ibrahim, innaKa Hamidum Majid. Allahumma barik (dalam satu riwayat, وَبَارِكْ (wa barik, tanpa Allahumma) 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad, kama barakta 'ala Ibrahim wa 'ala ali Ibrahim, innaKa Hamiidum Majid).

Artinya,
Ya, Allah. Berilah (yakni, tambahkanlah) shalawat (sanjungan) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya, Allah. Berilah berkah (tambahan kebaikan) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. [HR Bukhari, Muslim, dan lainnya. Lihat Shifat Shalat Nabi, hlm. 165-166, karya Al Albani, Maktabah Al Ma'arif].

Do'a to' kaum muslimin dan muslimat-mukminin dan mukminat,

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ . اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
"Allahummaghfir lilmuslimiina walmuslimat, walmu'miniina walmu'minaat, al-ahyaai minhum wal amwaat, innaka samii'un qoriibum-mujiibud-da'waati

"Ya Allah, ampunilah orang-orang Islam yang laki-laki maupun perempuan dan orang-orang yang beriman laki-laki maupun perempuan, baik yang masih hidup dan yang telah mati. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, maha Dekat lagi Maha Mengabulkan do’a-do’a.”

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Ya Rabb kami, berilah ampunan kepada kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu sebelum kami, dan janganlah Engkau membiarkan ada kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”[QS. Al-Hasyr. 10]

Do'a Ampunan Nabi Adam 'alaihissallam & siti Hawa, mereka berdo'a :
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Robbanaa zholamnaa anfusanaa wa-in lam taghfir lanaa watarhamnaa lanakuunanna minal khoosiriin-a."

"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." [Qur'an Surat. 7. Al-Araf : 23]

Do'a Nabi Musa 'alaihissallam ber-do'a:
ﺭَﺏِّ ﺇِﻧِّﻲ ﻇَﻠَﻤْﺖُ ﻧَﻔْﺴِﻲ ﻓَﺎﻏْﻔِﺮْ ﻟِﻲ ﻓَﻐَﻔَﺮَ ﻟَﻪُ ۚ ﺇِﻧَّﻪُ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﻐَﻔُﻮﺭُ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴﻢُ

"Robbi innii zholamtu nafsii faaghfir lii faghofaro lahu innahu huwal ghofuurur-rohiim-u."

Ya Rabb [Tuhan]ku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku". Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. 28. Al-Qasas. 16]

Do'a Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wasalam,
Meminta Do'a agar diselamatkan dan dimudahkan semua bentuk urusan baik waktu hidup di Dunia dan diakhirat selamat dari jilatan api neraka jahannam [Sapu Jagad],

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

“Robbanaa aatinaa fid-dunyaa hasanataw-wa fil akhiroti hasanataw-wa qinaa ‘adzaaban-naar-i.”

Ya "Rabb [Tuhan] kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka].” (QS. 2. Al Baqarah. 201).
ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﻻَ ﺗُﺰِﻍْ ﻗُﻠُﻮﺑَﻨَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺇِﺫْ ﻫَﺪَﻳْﺘَﻨَﺎ ﻭَﻫَﺐْ ﻟَﻨَﺎ ﻣِﻦْ ﻟَﺪُﻧْﻚَ ﺭَﺣْﻤَﺔً ۚ ﺇِﻧَّﻚَ ﺃَﻧْﺖَ ﺍﻟْﻮَﻫَّﺎﺏُ
"Robbanaa latuzigh qulluu banaa ba’da idzhaddaitanaa wahabblanaa mil-ladunka, rohmatan innaka antal wahhaab”

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." [Qur'an Surat 3. al-Imran : 8]

صدق الله العظيم
"Shodaqollohul'azhiim"

Maha benar Allah yang Maha Agung


 Wallahu'alam Wa-Baarakallaahu Fiikum jamii'an




Wasalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatu 
 
 

 Bismillahirrahmanirrahim...
Allahumma shallii alaa Muhammad Nabiyyil ummi wa barik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Wa umma wabarik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man shalla' alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man lam an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama tuhibbu an yushalli 'alaihi wassallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama amarta an yushalli 'alaihi wasallim

Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama yasbaqhis shalawatu 'alaihi wasallim.
Allahumma shalli 'alaa Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamasollaita'ala Ibrahim.
Wabarik'ala Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamabarakta'ala Ibrahima fil'alamin.
innaka hamidunmajid
amiin Ya Karim
amiin Ya Wahhab..amiin Ya "Alimun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly

Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly   1 Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu. Bismillahirrahmanirrahim Allahummashalli 'al...