Cari Blog Ini

Rabu, 18 Juni 2014

Taqwa

 Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu.

Bismillahirrahmanirrahim
Allahummashalli 'alaa Muhammad wa'alaa aalihi wa ashabihi wadlurriyatihi
washallim.
 





“Alhamdulillahi nasta’iinuhu wanastagh firuhu wana’uudzubillaahi min syuruuri anfusinaa waminsayyi ati a’ maalinaa man yahdihillahu falaa mudhilla lahu waman yudhlil falaa haadiya lahu, asyhadu anlaa ilaha illallaahu wah dahulaa syariikalahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu warasuuluhu la nabiya ba’da.”


Tidak ada ketaatan dalam perkara maksiat.
 Ketaatan itu hanyalah pada yang ma'ruf [Muttafaqun 'alaih].
Sesuai dengan Argumentasi (Hujjah) Wahyu , dalam firman-Nya,

لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"La'allakum Tattaquun"


Artinya:
"Agar kamu [kalian] bertakwa." [Surat Al-Baqara : 21]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ

“Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat).” (HR. Bukhari no. 7257)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ ، فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ

“Seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat.” (HR. Bukhari no. 7144)


لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"La'allakum Tattaquun"

Artinya:
"Agar kamu [kalian] bertakwa." dalam Al-Qur’an

Pengertian "La’alla,

Banyak sekali ayat Al-Qur’an yang memuat kata :
La’alla ( لعل ).

Setahu kami, di dalam Al-Qur’an, kata : La’alla dipergunakan dalam berbagai bentuk dengan intensitas kemunculan berbeda-beda, yaitu:
- La’alla (3 kali),
- La’alliy (6 kali),
- La’allana (1 kali),
- La’allaka (2 kali),
- La’allakum (59 kali),
- La’allahu (3 kali),
- dan La’allahum (40 kali),

.... atau totalnya : 114 kali.
Ini hanya perhitungan kasar, dan mungkin ada yang terlewatkan. Salah satu penggunaan لعل "La’alla yang terkenal adalah
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"La’allakum tattaqun, yang terdapat di penghujung “Ayat Shaum [Puasa]”, yakni,

ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻛُﺘِﺐَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢُ ﺍﻟﺼِّﻴَﺎﻡُ ﻛَﻤَﺎ ﻛُﺘِﺐَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﻠِﻜُﻢْ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗَﺘَّﻘُﻮﻥَ
" Yaa ai-yuhaal-ladziina aamanuu kutiba 'alaikumush-shiyaamu kamaa kutiba 'alaal-ladziina min qablikum la'allakum tattaquun-a."

Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu bershaum [puasa] sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," [QS.2. Surah al-Baqarah.183]

Secara bahasa, makna "La’alla antara lain disitir oleh Ibnu Manzhur dalam kamus Lisanul ‘Arab, sbb:

“Menurut al-Jauhari : La’alla adalah kata yang menunjukkan keraguan (syakk). Aslinya ‘Alla, sedangkan huruf lam pada permulaannya adalah tambahan … kata "La’alla sangat sering muncul dalam hadits, dan ia adalah kata yang menunjukkan pengharapan (Roja’), keinginan (Thoma’), serta keraguan.

Di dalam Al-Qur’an, kata itu berarti kay (supaya). Di dalam hadits tentang Hathib (bin Abi Balta’ah), dinyatakan:

َمَا يُدْرِيْكَ لَعَلَّ اللهُ قَدْ اِطَّلَعَ عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ لَهُمْ اِعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ
Artinya:
“Apakah kamu tahu, semoga Allah telah melihat kepada peserta Perang Badar, lalu berfirman kepada mereka: ‘Kerjakan apa saja yang kalian mau, sungguh Aku telah mengampuni kalian.”
Tentang hadits ini, Ibnul Atsir berkata, “Sebagian orang menyangka bahwa makna "La’alla disini adalah persangkaan (zhann) dan perkiraan (hisban). Sebenarnya bukan begitu. Kata tersebut bermakna semoga (‘asaa), sedangkan ‘asaa dan "La’alla jika berasal dari Allah maka ia adalah jaminan kepastian (tahqiq).”
Secara khusus, kali ini kita hanya akan mengkaji bentuk "La’allakum Tattaqun, salah satunya didorong kemasyhurannya di bulan Ramadhan, karena ia merupakan penutup “Ayat Shaum [Puasa]” yaitu Qs. al-Baqarah: 183.

Kita berharap bisa mendapatkan manfaat dengan mengetahui apa saja jalan-jalan yang ditunjukkan oleh Allah di dalam Kitab Suci-Nya agar kita bisa meraih predikat “Taqwa”.

Biasanya, dalam terjemahan yang kita kenal, kata "La’alla dialihbahasakan menjadi “semoga”, “supaya” atau “agar” saja, tanpa tambahan keterangan lain. Secara bahasa, pengertian ini tepat, yaitu sesuai dengan makna ‘asaa (semoga) dan kay (agar, supaya). Namun karena konteks "La’allakum Tattaqun merupakan pernyataan eksplisit dari "Allah tentang sesuatu hal, maka mempergunakan makna lughawi semata akan menghilangkan aspek tahqiq (pemastian) yang ada di dalamnya. Jadi, semestinya tahqiq ini tidak boleh dilupakan.

Dengan demikian, sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Atsir dimuka, kalimat "La’allakum Tattaqun" kurang tepat jika diterjemahkan “supaya kalian…” saja. Seharusnya, begini: “supaya kalian pasti…”, atau kalimat lain yang maknanya senada. Konsekuensi selanjutnya adalah: ayat-ayat yang memuat frase ini sesungguhnya merupakan resep yang diberikan oleh Allah, bagaimana supaya kita bisa bertakwa, secara pasti. Singkatnya, jika kita mematuhi resep yang diungkap di dalam ayat-ayat yang bersangkutan, atau di dalam ayat-ayat yang sebelum dan sesudahnya, maka Allah menjamin kita pasti menjadi orang bertakwa.

Pengertian "Tattaqun"
Kata "Tattaqun" adalah bentuk jadian dari kata dasar "Waqaa ( وقى ), artinya melindungi, menjaga atau menutupi; yang kemudian diikutkan kepada pola ifta’ala ( افتعل ). Aslinya ittaqa-yattaqi ( اتقى يتقي ), dari bentuk semula "iwtaqa-yawtaqi ( اوتقى يوتقي ), dimana huruf wawu di dalamnya kemudian dimasukkan ke dalam "Ta’ supaya lebih mudah diucapkan. Dalam Ilmu Shorof, salah satu makna dari bentuk jadian yang mengikuti pola ini adalah "Muthawa’ah, yakni menunjukkan akibat dari suatu perbuatan sesuai dengan apa yang disebutkan dalam kata dasarnya. Dikatakan: "Waqaytu nafsii faattaqaa ( وقيت نفسي فاتقى ), artinya: saya menjaga diri saya, maka diri saya pun terjaga. Inilah pengertian asal dari kata "Takwa, yaitu menjaga diri sendiri. Salah satu bentuk turunan "Waqaa memiliki pengertian “Perisai”, dan itulah hakikat takwa.



Jika sebagian ulama’ mendefinisikan “Taqwa” sebagai menaati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, maka ini adalah pendefinisian sesuatu dengan konsekuensinya. Artinya, ketika seseorang ingin melindungi dirinya sendiri dari kemurkaan Allah, maka tidak ada jalan lain baginya selain menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Terkadang, kata “Taqwa” juga diartikan sebagai takut. Ini sesungguhnya merupakan pendefinisian sesuatu dengan penyebabnya. Artinya, seseorang harus melindungi dirinya dari murka dan hukuman Allah karena dia merasa takut kepadanya. Tentu saja, kalau seseorang tidak merasa takut dan khawatir terhadap sesuatu, ia tidak akan mempersiapkan perlindungan apapun. "Wallahu Ta'Ala A’lam."

Pengertian "La’allakum Tattaqun
Secara umum, bentuk "La’allakum atattaqun muncul pada 6 tempat di dalam Al-Qur’an, dan sebelum itu selalu didahului dengan rangkaian kalimat yang berisi perintah, larangan atau informasi tertentu. Berdasarkan dua analisis diatas, maka pengertian "La’allakum Tattaqun bisa kita alihbahasakan menjadi: “supaya kamu pasti terlindungi (dari hukuman/kemurkaan Allah)”, atau kalimat lain yang senada dan memuat unsur tahqiq di dalamnya.

Adapun keenam tempat dimaksud adalah, sbb:

1. Qs. al-Baqarah: 21.

يَآَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya:
“Hai manusia, sembahlah "Rabb [Tuhan]-mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu pasti terlindungi (dari hukuman/kemurkaan-Nya).”

2. Qs. al-Baqarah: 63.

وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون
Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) diatasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu pasti terlindungi (dari hukuman/kemurkaan Kami).”

3. Qs. al-Baqarah: 179.

و َلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya:
“Dan di dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu pasti terlindungi (dari hukuman/kemurkaan Allah).”

4. Qs. al-Baqarah: 183.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum, agar kamu pasti terlindungi (dari hukuman/kemurkaan Allah).”

5. Qs. al-An’am: 153.

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya:
“Dan bahwa (yang Aku perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah, agar kamu pasti terlindungi dari (dari hukuman/kemurkaan-Nya).”

6. Qs. al-A’raf: 171.

وَإِذْ نَتَقْنَا الْجَبَلَ فَوْقَهُمْ كَأَنَّهُ ظُلَّةٌ وَظَنُّوا أَنَّهُ وَاقِعٌ بِهِمْ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka. (Kami katakan kepada mereka): "Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta ingatlah selalu (yakni: amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya supaya kamu pasti terlindungi (dari hukuman/kemurkaan Kami)."

Tentang shaum [puasa], secara khusus Allah sudah memberikan kepada kita penjelasan tambahan, yang ditutup dengan pernyataan serupa: "La’allahum yattaqun, dalam Qs. al-Baqarah: 187.

أُ حِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشؐرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Artinya:
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan shaum [puasa] bercampur dengan isteri-isteri kamu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah shaum [puasa] itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka pasti terlindungi (dari hukuman/kemurkaan Allah).”

#Takwa dalam Islam
Istilah taqwa sesungguhnya merupakan salah satu konsep kunci dalam Islam. Dalam mengalihbahasakan, biasanya memang sering terjadi makna yang hilang dari maksud sebenarnya. Oleh karena itu, sebagian ulama’ menganjurkan untuk tetap mempergunakan istilah aslinya, tanpa penerjemahan, dan memberikan penjelasan lebih detil dalam catatan kaki.

Jika pun harus dialihbahasakan, memang harus dipilih secara hati-hati dan cermat, supaya pengertian yang dikehendaki dalam bahasa aslinya tidak terlalu banyak yang lenyap, atau bahkan justru menyimpang. Menurut hemat kami, adalah lebih tepat memahami istilah “Takwa” sebagai usaha melindungi diri sendiri dari hukuman dan murka Allah, dibanding takut.

Pengertian pertama menunjukkan makna aktif, yang mendorong amal, sedangkan pengertian kedua lebih pasif, dan bisa jadi orang malah tidak tergugah semangat amalnya.

Sementara itu, definisi umum yang banyak dikenal, yakni “melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya”, sebenarnya mengandung satu kekurangan, yakni aspek “melindungi diri” tersebut, sebagaimana disitir dalam makna asalnya. Bila ditinjau dari perspektif pendidikan, definisi terakhir ini hanya menunjukkan aktifitas yang harus dilakukan, tetapi lupa menyebutkan tujuan dan maknanya bagi si pelaku. Adapun penerjemahan simpel yang biasa dipakai, yaitu “Takut”, justru hanya menunjukkan perasaan tanpa disertai gambaran imajinatif yang bisa menjelaskan penyebab, tujuan, bentuk aplikatif, maupun konsekuensi di baliknya.

Pemahaman seperti ini kami simpulkan dari ayat-ayat yang memuat frase "La’allakum Tattaqun diatas. Seluruhnya didahului dengan perintah, larangan atau informasi tentang suatu amal tertentu yang harus dilakukan seorang muslim agar dia bisa memastikan dirinya mendapatkan jaminan perlindungan dari Allah ta’ala. Ayat-ayat ini meminta kita untuk aktif beramal, yakni melaksanakan isi kandungannya, bukannya merasa takut, diam, pasif. Semangat beramal demi meraih kepastian perlindungan Allah inilah yang menjayakan generasi Salaf, bukannya ketakutan dan kepasifan. Benar mereka memang sangat takut kepada Allah, tetapi justru rasa takut itulah yang mendorong mereka beramal sebanyak-banyaknya. Dengan takut itu mereka sangat berhati-hati dan tidak sembrono, tetapi sekaligus tidak berhenti berbuat dan berprestasi. Jika ada kesalahan, mereka memang tidak pernah menganggapnya remeh, namun mereka pun tidak pernah berputus asa dari rahmat-Nya. Takwa memang unik, dan inilah kekhasan konsep Islam yang berasas tauhid. Dua hal yang terkesan berlawanan, justru bisa disatukan secara seimbang, bukannya dibiarkan dalam dikotomi yang merusak.
Perhatikanlah ayat-ayat tentang takwa dalam Al-Qur’an, atau anjuran terkait di dalam hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Seluruhnya mengarahkan kita untuk berbuat, berbuat, dan berbuat. Sebagai misal, sifat-sifat muttaqin (orang-orang bertakwa) yang disitir dalam pembukaan surah al-Baqarah jelas membicarakan amal, baik dengan hati, tubuh, maupun harta benda. Ada beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat, berinfak, mengimani Kitab-kitab, dan mengimani Hari Akhir. "Wallahu Ta'Ala A’lam."


Kesimpula 



Karena makna "La’allukum Tattaqun memuat unsur tahqiq di dalamnya, sedangkan ayat-ayat yang menyebutkan kalimat ini juga berisi perintah, larangan dan informasi spesifik, maka jika kita bisa memenuhi syarat-syarat yang disebutkan oleh Allah di dalamnya, hasilnya adalah kita pasti terlindungi dari hukuman dan murka-Nya, berdasarkan jaminan dari Allah sendiri. Tugas kita adalah berusaha mewujudkan syarat-syarat tersebut, sedangkan janji Allah pasti ditepati.

Secara rinci, agar jaminan tersebut berlaku kepada kita, maka amal-amal yang diminta untuk kita tegakkan adalah:

1. Menyembah Allah semata.

2. Memegang teguh perjanjian dengan Allah, yakni kalimat Tauhid dan isi Kitab Suci-Nya.

3. Menegakkan hukum qishash.

4. Bershaum [puasa], khususnya di bulan Ramadhan.

5. Mengikuti jalan-jalan Allah (Tauhidullah), dan tidak mengikuti jalan-jalan selainnya yang jalan-jalan tersebut...Memang sengaja dibelokkan/dibengkokkan oleh setan qorin wujud maupun gahib... and masih banyak ayat-ayat lain yang mengungkapkan perintah dan larangan-Nya. Hadits-hadits Nabi juga mengandung banyak perincian lain. Namun, jika diperhatikan sungguh-sungguh, tidak ada aspek ajaran Islam yang tidak bisa masuk ke dalam lima poin diatas, khususnya nomer 1, 2 dan 5.

Bukankah seluruh aktifitas kita seharusnya ditujukan untuk mengabdi kepada Allah Ta'Ala sebagaiman diikrarkan oleh sebagian dari kita didalam setiap shalat dengan ber-do,a "Istiftah" [Membuka do'a]:

Yang diantaranya diriwayatkan dari jalur,
Abu Hurairah -radhiallahu anhu- berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْكُتُ بَيْنَ التَّكْبِيرِ وَبَيْنَ الْقِرَاءَةِ إِسْكَاتَةً قَالَ أَحْسِبُهُ قَالَ هُنَيَّةً فَقُلْتُ بِأَبِي وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ إِسْكَاتُكَ بَيْنَ التَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةِ مَا تَقُولُ قَالَ أَقُولُ اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiam antara takbir dan bacaan Al Qur’an.” -Abu Zur’ah berkata,” Aku mengira Abu Hurairah berkata, “Diam sebentar,”- lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, demi bapak dan ibuku! Anda berdiam antara takbir dan bacaan. Apa yang anda baca di antaranya?

” Beliau bersabda, “Aku membaca:

"ALLAHUMMA BAA’ID BAINII WA BAINA KHATHAAYAAYA KAMAA BAA’ADTA BAINAL MASYRIQI WAL MAGHRIB. ALLAHUMMA NAQQINII MINAL KHATHAAYAA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANAS. ALLAHUMMAGHSIL KHATHAAYAAYA BILMAA’I WATSTSALJI WAL BARAD"

Artinya,
(Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, sucikanlah kesalahanku sebagaimana pakaian yang putih disucikan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahanku dengan air, salju, dan air yang dingin).” (HR. Al-Bukhari no. 744 dan Muslim no. 598)

Atau hadits yang diriwayatkan...
Dari Aisyah -radhiallahu anha- dia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اسْتَفْتَحَ الصَّلَاةَ قَالَ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرَكَ
“Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hendak memulai shalat, maka beliau mengucapkan:

“SUBHAANAKA ALLAHUMMA WA BIHAMDIKA WA TABARAKAS-MUKA WA TA’ALA JADDUKA WA LA ILAHA GHAIRAKA”

Artinya,
(Maha suci Engkau, ya Allah, aku sucikan nama-Mu dengan memuji-Mu, Maha berkah nama-Mu, Maha luhur keluhuran-Mu, dan tidak ilah (Tuhan) yang hak selain Engkau).” (HR. Abu Daud no. 776, At-Tirmizi no. 243, Ibnu Majah no. 896, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shifatush Shalah hal. 93)

Atau hadits yang diriwayatkan oleh "Ali bin Abu Thalib dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam;

أَنَّهُ كَانَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ قَالَ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنْ الْمُسْلِمِينَ اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
“Biasanya apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat, beliau membaca (do’a istiftah) sebagai berikut:

“WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZII FATHARAS SAMAAWAATI WAL ARDLA HANIIFAN WAMAA ANAA MINAL MUSYRIKIIN, INNA SHALAATII WA NUSUKII WA MAHYAAYA WA MAMAATII LILLAHI RABBIL ‘AALAMIIN LAA SYARIIKA LAHU WA BIDZAALIKA UMIRTU WA ANAA MINAL MUSLIMIIN ALLAHUMMA ANTAL MALIKU LAA ILAAHA ILLAA ANTA, ANTA RABBII WA ANAA ‘ABDUKA ZHALAMTU NAFSII WA’TARAFTU BI DZANBII FAGHFIL LII DZUNUUBII JAMII’AN INNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUB ILLAA ANTA WAH DINII LIAHSANAIL AKHLAAQ LAA YAHDII LIAHSANIHAA ILLAA ANTA WASHRIF ‘ANNII SAYYI`AHAA LAA YASHRIFU ‘ANNII SAYYI`AHAA ILLAA ANTA LABBAIKA WA SA’DAIKA WAL KHAIRU KULLUHU FII YADAIK WASY SYARRU LAISA ILAIKA ANAA BIKA WA ILAIKA TABAARAKTA WA TA’AALAITA ASTAGHFIRUKA WA ATUUBU ILAIKA"

Artinya,
(Aku hadapkan wajahku kepada Allah, Maha pencipta langit dan bumi dengan keadaan ikhlas dan tidak mempersekutukanNya. Sesungguhnya shalatku, segala ibadahku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagiNya, dan karena itu aku patuh kepada perintahNya, dan berserah diri kepadaNya. Ya Allah, Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau. Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hambaMu. Aku telah menzhalimi diriku dan aku mengakui dosa-dosaku. Karena itu ampunilah dosa-dosaku semuanya. Sesungguhnya tidak ada yang berwenang untuk mengampuni segala dosa melainkan Engkau. Dan tunjukilah kepadaku akhlak yang paling bagus. Sesungguhnya tidak ada yang dapat menunjukkannya melainkan hanya Engkau. Dan jauhkanlah akhlak yang buruk dariku, karena sesungguhnya tidak ada yang sanggup menjauhkannya melainkan hanya Engkau. Labbaik wa sa’daik (Aku patuhi segala perintahMu, dan aku tolong agamaMu). Segala kebaikan berada di tanganMu. Sedangkan kejahatan tidak datang daripadaMu. Aku berpegang teguh denganMu dan kepadaMu. Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Kumohon ampun dariMu dan aku bertobat kepadaMu).” (HR. Muslim no. 1290)


Bukankah usaha-usaha yang kita gelar disetiap waktu semata-mata diarahkan untuk menegakkan kalimat Tauhid dan Kitabullah?

Bukankah kita tidak boleh mengikuti jalan-jalan lain yang bengkok dan hanya boleh mengikuti jalan Allah [Tauhidullah] yang tegak dan lurus, agar kita tidak mudah terjebak dan tersesat, sebagaimana kita mohonkan didalam setiap saat di penghujung surah al-Fatihah:

Oleh sebab itulah Allah memerintahkan kita untuk mengucapkan setiap sehari semalam minimal didalam shalat fardhu-wajib 5 waktu berkali-kali, dengan lantunan do'a,
( اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ)
“Ihdinaash shiroothol mustaqiim,

Artinya:
Tunjukilah kami jalan yang lurus,"[Surat Al-Fatiha : 6]
(صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ)
"Shirootholladziina an’amta ‘alaihim ghoiril maghdhuubi ‘alaihim wa ladh-dhoolliin.”

Artinya:
(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat." [Surat Al-Fatiha : 7]
صدق الله العظيم
"Shodaqollohul'azhiim"

Maha benar Allah yang Maha Agung-



سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
"Sami'naa waatho'naa ghufroonaka robbanaa wailaikal mashiir-u."

"Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". [QS. 2.Al-Baqarah : 285]

سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
"Sami'naa wa-atho'naa waattaquullooha innallooha 'aliimun bidzaatish-shuduur-i."

"Kami dengar dan kami taati". Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mengetahui isi hati(mu)."[QS.5.Al-Maa'idah : 7]

ﺣَﺴْﺒُﻨَﺎ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﻧِﻌْﻢَ ﺍﻟْﻮَﻛِﻴﻞُ
"Hasbunalloohu wani'mal wakiil-u"

"Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." [Qur'an Surat. 3 Ali-Imran : 173] @>--

ﻧِﻌْﻢَ ﺍﻟْﻤَﻮْﻟَﻰٰ ﻭَﻧِﻌْﻢَ ﺍﻟﻨَّﺼِﻴﺮُ
"Ni'mal maulaa wani'man-nashiir-u"

Dia (Allah) adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong." [Qur'an Surat. 8 Al-Anfal : 40] 

Shalawat Ibrahimiyyah,

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى (إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى) آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ (فِي رِوَايَةٍ: وَ بَارِكْ) عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى (إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى) آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

"Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad, kamaa shallaita 'ala Ibrahim wa 'ala aali Ibrahim, innaKa Hamidum Majid. Allahumma barik (dalam satu riwayat, وَبَارِكْ (wa barik, tanpa Allahumma) 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad, kama barakta 'ala Ibrahim wa 'ala ali Ibrahim, innaKa Hamiidum Majid).

Artinya,
Ya, Allah. Berilah (yakni, tambahkanlah) shalawat (sanjungan) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya, Allah. Berilah berkah (tambahan kebaikan) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. [HR Bukhari, Muslim, dan lainnya. Lihat Shifat Shalat Nabi, hlm. 165-166, karya Al Albani, Maktabah Al Ma'arif].

Do'a to' kaum muslimin dan muslimat-mukminin dan mukminat,

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ . اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
"Allahummaghfir lilmuslimiina walmuslimat, walmu'miniina walmu'minaat, al-ahyaai minhum wal amwaat, innaka samii'un qoriibum-mujiibud-da'waati

"Ya Allah, ampunilah orang-orang Islam yang laki-laki maupun perempuan dan orang-orang yang beriman laki-laki maupun perempuan, baik yang masih hidup dan yang telah mati. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, maha Dekat lagi Maha Mengabulkan do’a-do’a.”

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Ya Rabb kami, berilah ampunan kepada kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu sebelum kami, dan janganlah Engkau membiarkan ada kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”[QS. Al-Hasyr. 10]

Do'a Ampunan Nabi Adam 'alaihissallam & siti Hawa, mereka berdo'a :
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Robbanaa zholamnaa anfusanaa wa-in lam taghfir lanaa watarhamnaa lanakuunanna minal khoosiriin-a."

"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." [Qur'an Surat. 7. Al-Araf : 23]

Do'a Nabi Musa 'alaihissallam ber-do'a:
ﺭَﺏِّ ﺇِﻧِّﻲ ﻇَﻠَﻤْﺖُ ﻧَﻔْﺴِﻲ ﻓَﺎﻏْﻔِﺮْ ﻟِﻲ ﻓَﻐَﻔَﺮَ ﻟَﻪُ ۚ ﺇِﻧَّﻪُ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﻐَﻔُﻮﺭُ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴﻢُ

"Robbi innii zholamtu nafsii faaghfir lii faghofaro lahu innahu huwal ghofuurur-rohiim-u."

Ya Rabb [Tuhan]ku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku". Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. 28. Al-Qasas. 16]

Do'a Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wasalam,
Meminta Do'a agar diselamatkan dan dimudahkan semua bentuk urusan baik waktu hidup di Dunia dan diakhirat selamat dari jilatan api neraka jahannam [Sapu Jagad],

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

“Robbanaa aatinaa fid-dunyaa hasanataw-wa fil akhiroti hasanataw-wa qinaa ‘adzaaban-naar-i.”

Ya "Rabb [Tuhan] kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka].” (QS. 2. Al Baqarah. 201).
ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﻻَ ﺗُﺰِﻍْ ﻗُﻠُﻮﺑَﻨَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺇِﺫْ ﻫَﺪَﻳْﺘَﻨَﺎ ﻭَﻫَﺐْ ﻟَﻨَﺎ ﻣِﻦْ ﻟَﺪُﻧْﻚَ ﺭَﺣْﻤَﺔً ۚ ﺇِﻧَّﻚَ ﺃَﻧْﺖَ ﺍﻟْﻮَﻫَّﺎﺏُ
"Robbanaa latuzigh qulluu banaa ba’da idzhaddaitanaa wahabblanaa mil-ladunka, rohmatan innaka antal wahhaab”

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." [Qur'an Surat 3. al-Imran 8


Wallahu'alam
Wa-Baarakallaahu Fiikum jamii'an

Wasalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatu

 


 Bismillahirrahmanirrahim...
Allahumma shallii alaa Muhammad Nabiyyil ummi wa barik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Wa umma wabarik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man shalla' alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man lam an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama tuhibbu an yushalli 'alaihi wassallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama amarta an yushalli 'alaihi wasallim

Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama yasbaqhis shalawatu 'alaihi wasallim.
Allahumma shalli 'alaa Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamasollaita'ala Ibrahim.
Wabarik'ala Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamabarakta'ala Ibrahima fil'alamin.
innaka hamidunmajid
amiin Ya Karim
amiin Ya Wahhab..amiin Ya "Alimun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly

Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly   1 Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu. Bismillahirrahmanirrahim Allahummashalli 'al...