Cari Blog Ini

Minggu, 15 Juni 2014

Urgensi Tauhid


 Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu.


Bismillahirrahmanirrahim



“Alhamdulillahi nasta’iinuhu wanastagh firuhu wana’uudzubillaahi min syuruuri anfusinaa waminsayyi ati a’ maalinaa man yahdihillahu falaa mudhilla lahu waman yudhlil falaa haadiya lahu, asyhadu anlaa ilaha illallaahu wah dahulaa syariikalahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu warasuuluhu la nabiya ba’da.”.

Urgensi Tauhid Bagi Setiap Muslim


Kepentingan manusia untuk bertauhid sungguh jauh berada di atas kepentingan mereka terhadap makanan, minuman atau tempat tinggal. Kalau seseorang tidak makan atau minum, akibat terburuk yang dialami hanyalah sekedar kematian. Namun, kalau seseorang tidak bertauhid barang sekejap saja dan pada saat itu dia meninggal dalam keadaan musyrik, maka siksaan yang kekal di neraka sudah siap menantinya.

Dalam kacamata syari’at, tauhid bermakna mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan diri-Nya. Kekhususan itu meliputi perkara rububiyah, uluhiyah dan asma’ wa shifat.

Syaikh Hamad bin ‘Atiq menerangkan bahwa agama Islam disebut sebagai agama tauhid disebabkan agama ini dibangun di atas pondasi pengakuan bahwa Allah adalah Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, baik dalam hal kekuasaan maupun tindakan-tindakan. Allah Maha Esa dalam hal Dzat dan sifat-sifat-Nya, tiada sesuatu pun yang menyerupai diri-Nya. Allah Maha Esa dalam urusan peribadatan, tidak ada yang berhak dijadikan sekutu dan tandingan bagi-Nya.

Allah ta’ala berfirman :

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah (dalam beribadah) maka sungguh Allah telah mengharamkan atasnya surga, dan tempat tinggalnya adalah neraka…” (QS. al-Ma’idah [5]: 72)

Bahkan amalnya yang bertumpuk-tumpuk selama hidup pun akan menjadi sia-sia apabila di akhir hidupnya dia telah berbuat syirik kepada Rabb-nya dan belum bertaubat darinya. Allah ta’ala berfirman :

“Sungguh, jika kamu berbuat syirik, akan lenyaplah semua amalmu, dan kamu pasti akan tergolong orang yang merugi.” (QS. az-Zumar [39]: 65)

Dan, kalaulah kita mau merenungkan untuk apa kita diciptakan di alam dunia ini niscaya kita akan memahami betapa agung kedudukan tauhid dalam hidup ini. Allah ta’ala berfirman :

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat [51]: 56).

Makna beribadah kepada Allah di sini adalah mentauhidkan Allah.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah- mengatakan, “Apabila engkau telah mengetahui bahwasanya Allah menciptakan dirimu untuk beribadah, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya ibadah tidak akan disebut sebagai ibadah (yang hakiki) apabila tanpa disertai tauhid. Sebagaimana halnya sholat tidak disebut sebagai sholat jika tidak disertai dengan thaharah (bersuci). Maka apabila syirik merasuk ke dalam suatu ibadah, niscaya ibadah itu menjadi batal. Sebagaimana hadats jika terjadi pada (orang yang sudah melakukan) thaharah…” (Majmu’ah Tauhid, hal. 7)

Terkait dengan pentingnya tauhid ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Ketahuilah, sesungguhnya kebutuhan hamba untuk senantiasa beribadah kepada Allah tanpa mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya merupakan kebutuhan yang tak tertandingi oleh apapun yang bisa dianalogikan dengannya. Akan tetapi, dari sebagian sisi ia bisa diserupakan dengan kebutuhan tubuh terhadap makanan dan minuman. Di antara keduanya sebenarnya terdapat banyak sekali perbedaan. Karena sesungguhnya jati diri seorang hamba adalah pada hati dan ruhnya. Padahal, tidak ada kebaikan hati dan ruh kecuali dengan (pertolongan) Rabbnya, yang tiada ilah (sesembahan) yang benar untuk disembah selain Dia. Sehingga ia tidak akan bisa merasakan ketenangan kecuali dengan mengingat-Nya. Seandainya seorang hamba bisa memperoleh kelezatan dan kesenangan dengan selain Allah maka hal itu tidak akan terus menerus terasa. Akan tetapi, ia akan berpindah dari satu jenis ke jenis yang lain, dari satu individu ke individu yang lain. Adapun Rabbnya, maka dia pasti membutuhkan-Nya dalam setiap keadaan dan di setiap waktu. Di mana pun dia berada maka Dia (Allah) senantiasa menyertainya.” (Majmu’ Fatawa, I/24. Dikutip dengan perantara Kitab Tauhid Syaikh Shalih al-Fauzan, hal. 43)

Jangan Mudah Merasa Aman Dari Perusak Ketauhidan

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam saja khawatir akan ancaman kesyirikan, hingga ia berdoa sebagaimana Allah ta’ala mengisahkan ayat-Nya :

“Dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari penyembahan kepada arca-arca.”(QS. Ibrahim [14]: 35)

Untuk ayat diatas Ibrahim At Taimi mengatakan, “Lalu siapakah yang lebih merasa aman dari bencana kesyirikan selain Ibrahim[?]”

Syaikh Abdurrahman bin Hasan –rahimahullah- mengatakan, “Tidak ada lagi yang merasa aman dari terjatuh dalam kesyirikan selain orang yang bodoh terhadap syirik dan juga tidak memahami sebab-sebab yang bisa menyelamatkan diri darinya; yaitu ilmu tentang Allah, ilmu tentang ajaran Rasul-Nya yaitu mentauhidkan-Nya serta larangan dari perbuatan syirik terhadapnya.” (Fathul Majid, hal. 72)

Demikianlah sekilas mengenai pentingnya tauhid dalam kehidupan kita. Semoga kita tergolong hamba-hamba yang mentauhidkan Allah dengan sebenar-benarnya. Kalau orang semulia Nabi Ibrahim ‘alaihis salam saja masih takut terjerumus syirik, lalu bagaimana lagi dengan orang seperti kita. Wallahul musta’an. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam.

 Allahummashalli 'alaa Muhammad wa'alaa aalihi wa ashabihi wadlurriyatihi
washallim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly

Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly   1 Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu. Bismillahirrahmanirrahim Allahummashalli 'al...