Cari Blog Ini

Selasa, 17 Juni 2014

Makna Iman

Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu.

Bismillahirrahmanirrahim
Allahummashalli 'alaa Muhammad wa'alaa aalihi wa ashabihi wadlurriyatihi
washallim.
 


“Alhamdulillahi nasta’iinuhu wanastagh firuhu wana’uudzubillaahi min syuruuri anfusinaa waminsayyi ati a’ maalinaa man yahdihillahu falaa mudhilla lahu waman yudhlil falaa haadiya lahu, asyhadu anlaa ilaha illallaahu wah dahulaa syariikalahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu warasuuluhu la nabiya ba’da.”






MAKNA IMAN

Ya itu Orang-orang yang Diberi Nikmat
Mereka yang Diberi Nikmat: Panduan dalam Ayat-ayat Al-Qur'an

Ucapan kita, “Saya telah beriman”, akan mengajak kita merujuk kepada QS Al-Hujurat [49]: 14, yang secara turunnya ayat mengisahkan tentang pernyataan seorang Arab Badwi, dan bagaimana Rasulullah s.a.w., memberikan jawaban—yang merupakan pembelajaran bagi kita semua—tentang duduk persoalan yang sebenarnya:

Bahwa (cahaya) iman itu seharusnya masuk ke dalam qalb, dan bahwa ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan satu-satunya jalan bagi dianugerahkan-Nya cahaya iman itu kepada seseorang yang berserah-diri.

Berdasarkan kepada materi yang telah disampaikan sebelumnya, kiranya uraian singkat berikut ini dapat melengkapi bahasan kita mengenai iman.

Jika pernyataan seperti di atas hanya sekadar kata-kata, maka ia akan sirna ketika kata-kata tersebut selesai dilisankan. Jika pernyataan tersebut hanya sampai pada nalar (fikiran) kita, maka umurnya hanya sebatas usia jasad tempat nalar ini.


Apabila kita dimasukkan ke kubur, dan nalar juga hancur, sebagaimana komponen-komponen tubuh lainnya, maka ia pun kembali keasalnya. Semua yang bersifat jasadiyah akan kembali kepada sumbernya yaitu elemen-elemen pembentuknya (air, api, tanah, udara).


Kata-kata “iman” baru bermakna secara hakiki manakala menandai realitas secara cahaya, yakni dianugerahkannya oleh Allah Al-Mu’min “nur-‘iman” kedalam qalb seseorang.

Iman cahaya itu diterimanya sebagai salah satu tanda bahwa orang tersebut taubat-nya benar—dan diterima Allah al-Ghafur ar-Rahim.


Persoalan pengertian pengimanan cahaya ini, sebagaimana banyak persoalan lainnya seperti yang diperlihatkan oleh banyak istilah-istilah Qur'an’aniyyah yang kita gunakan sehari-hari (misalnya: jahil, musyrik, kafir, musibah, iman, taqwa dst.) kunci-jawabannya terdapat dalam kitab Al-Qur’an itu sendiri.


Jadi, untuk memahami makna istilah-istilah tersebut harus dicari kembali dalam Al-Qur’an. Kemampuan nalar jasadiyah hanya akan bisa memahami Al-Qur’an dalam arti lahiriahnya saja. Untuk memahami makna tersembunyi (bathiniyyah)-nya, seseorang harus membangun-kembali instrumen jiwanya.


Dan ini juga hanya akan terjadi apabila seseorang itu benar taubat-nya. Proses taubat inilah yang digambarkan alurnya dalam ayat-ayat An-Nisa [4]:64-70.


Adapun makna, Taubat (arti dasarnya ialah “kembali”) itu suatu proses tanpa henti. Disadari atau tidak, setiap saat semua orang sedang kembali kepada Tuhan. Masalahnya lewat jalan manakah ia akan menemui Wajah Allah yang tawwabar rahiim.


Dengan mengacu kepada persaksian pertama jiwa kita di “alam alastu” (QS Al A’raf [7]: 172), yang notabene kita tidak mengingatnya sedikitpun sekarang ini, maka dalam meninjau keadaan jiwa seseorang—terutama diri kita sendiri—kiranya kita perlu lebih merenungkan pengertian dari istilah “zalim,” yang diwariskan kepada kita semua oleh Penghulu kita Adam a.s. (QS Al A’raf [7]: 23).


Di sini Al-Qur'an memandu kita dengan memberikan rumusannya, yaitu tidak bertaubat (QS Al Hujurat [49]: 11).

Sedangkan penghulu kita itu yang statusnya adalah seorang Nabi mengakui bahwa dirinya adalah seorang yang zalim—karena satu kesalahan saja—lalu bagaimanakah seyogyanya sikap kita, keturunannya, kepada Tuhan?


Kiranya, timbulah kesadaran awal kita hasil dari perenungan diri yang panjang; yang diperlukan untuk modal dalam memahami makna dari “mentaati Rasul,” “menzalimi diri,” dan seterusnya dari QS An-Nisa [4]: 64.


Kepada mereka yang haqq taubatnya, Rasulullah s.aw memohonkan syafaat kepada-Nya, lalu Allah menghadapkan wajah tawwabarrahiima–Nya ke hamba tersebut. Dianugerahkannya “nur ‘iman” kepada mereka yang seperti itu taubatnya: inilah yang antara lain ditegaskan dalam QS An-Nisa [4]: 65.



Wallahu'alam
Barakallahu Fikum 

Wasalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatu 
 
 

 Bismillahirrahmanirrahim...
Allahumma shallii alaa Muhammad Nabiyyil ummi wa barik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Wa umma wabarik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man shalla' alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man lam an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama tuhibbu an yushalli 'alaihi wassallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama amarta an yushalli 'alaihi wasallim

Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama yasbaqhis shalawatu 'alaihi wasallim.
Allahumma shalli 'alaa Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamasollaita'ala Ibrahim.
Wabarik'ala Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamabarakta'ala Ibrahima fil'alamin.
innaka hamidunmajid
amiin Ya Karim
amiin Ya Wahhab..amiin Ya "Alimun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly

Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly   1 Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu. Bismillahirrahmanirrahim Allahummashalli 'al...