Cari Blog Ini

Sabtu, 21 Juni 2014

Ihya' Ulum al-Din Kitab QAWA’IDUL AQA’ID (KAIDAH-KAIDAH KEIMANAN)





Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu.

Bismillahirrahmanirrahim
Allahummashalli 'alaa Muhammad wa'alaa aalihi wa ashabihi wadlurriyatihi
washallim.
 



“Alhamdulillahi nasta’iinuhu wanastagh firuhu wana’uudzubillaahi min syuruuri anfusinaa waminsayyi ati a’ maalinaa man yahdihillahu falaa mudhilla lahu waman yudhlil falaa haadiya lahu, asyhadu anlaa ilaha illallaahu wah dahulaa syariikalahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu warasuuluhu la nabiya ba’da.”





Ihya' Ulum al-Din

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
بسم الله الرحمٰن الرحيم

KITAB QAWA’IDUL AQA’ID
(KAIDAH-KAIDAH KEIMANAN)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

كتاب قواعد العقائد

وهو الكتاب الثاني من ربع العبادات

Didalamnya terdapat 4 pasal
FASAL 1


Dari Halam 287. ‘Ihya Ulumiddin Jilid 1.

Tentang Penafsiran 'aqidah atau i'tiqad Ahlus-sunnah tentang dua kalimah syahadah, yaitu salah satu dari dasar-dasar Islam.

Segala pujian bagi Allah yang menjadikan, yang mengembalikan, yang berbuat barang sekehendakNya, yang mempunyai 'Arasy mulia, yang gagah perkasa, yang memberi petunjuk kepada hamba-Nya yang bersih kepada cara yang betul dan jalan benar, yang memberikan nikmat kepada mereka sesudah pengakuan tauhid dengan terjaga 'aqidahnya dari kegelapan keraguan dan kesangsian, yang membawa mereka kepada mengikuti RasuLNya yang pilihan dan menuruti peninggalan para shahabatnya yang mulia, yang dikaruniai dengan kekuatan dan kebenaran, yang menampakkan kepada mereka tentang zatNya dan af'alNya dengan segala sifatNya yang baik, yang tidak akan mengetahuinya, selain orang yang dilimpahkan pendengaran dan Dia itu yang menyaksikan, yang memperkenalkan kepada mereka bahwa zatNya itu Esa, tiada seku-tu bagiNya, tunggal tiada yang menyamaiNya, lengkap rakhmatNya, tiada yang melawaniNya, sendirian tiada yang menyekutuiNya.

Bahwa Dia itu Esa, qadim tiada bepermulaan, azali tiada berpenda-huluan, berkekalan wujudNya, tiada berkesudahan, abadi tiada berpenghabisan, tegak sendiri tiada yang menghalangiNya, kekal tiada putusNya, senantiasa dan selalu bersifat dengan segala sifat kebesaran, tiada habis dengan kehabisan dan pemisahan, dengan pergantian abad dan musnahnya zaman. Tetapi Dialah yang awal dan yang akhir, yang dhahir dan yang bathin. Dia amat mengetahui dengan tiap-tiap sesuatu.

Kemahasucian (tanzih),
Bahwa Ia tidak dengan tubuh yang merupakan, tidak jauhar (benda atau barang) yang terbatas dan berhingga. Dia tidak menyerupai dengan segala tubuh, tidak pada kira-kiraan dan tidak pada dapat dibagi-bagikan.


Tidaklah Dia itu jauhar dan tidaklah Dia ditempati oleh jauhar-jauhar. Tidaklah Dia itu aradl (sifat yang mengambil tempat) dan tidaklah Dia ditempati oleh aradl-aradl. Bahkan Dia tidak menyerupai dengan yg ada (maujud) dan tidak suatu yg maujud pun menyerupai dengan Dia. Tiadalah sepertiNya sesuatu dan tidaklah Dia seperti sesuatu. Dia tidak dibatasi oleh sesuatu batas dan tidak mengandung sesuatu jurusan, tidak diliputi oleh pihak, tidak dibatasi oleh bumi dan langit.

Dia beristiwa' di atas 'Arasy menurut firmanNya dan menurut arti yang dikehendakiNya, istiwa' yang suci dari tersentuh dengan sesuatu, suci dari tetap dan tenang, suci dari mengambil tempat dan berpindah. Dia tidak dibawa oleh 'Arasy tetapi 'Arasy dan pembawa-pembawa 'Arasylah yang dibawa dengan kelemah-lembutan qudrahNya, yang digagahi dalam genggamanNya. Dia di atas 'Arasy dan langit dan di atas segala-galanya sampai kesegala lapisan bumi, keatasan yang tidak menambahkan dekatNya kepada 'Arasy dan langit sebagaimana, tidak menambahkan jauh-Nya dari bumi dan lapisan tanah. Tetapi Dia di tingkat yang maha tinggi dari 'Arasy dan langit, sebagaimana

Dia di tingkat yang maha tinggi dari bumi dan lapisan tanah. Dan pada itu, Dia dekat sekali dengan segala yang maujud (yang ada). Dan maha dekat kepada hambaNya, lebih dekat dari urat leher hambaNya itu sendiri. Dia menyaksikan tiap-tiap sesuatu. Tidak menyerupai kehampiranNya dengan kehampiran diantara tubuh-tubuh, sebagaimana tidak menyerupai zatNya dengan segala zat tubuh-tubuh itu. Dia tidak bertempat pada sesuatu dan tidak ada sesuatu ber-tempat padaNya. Maha Suci Ia dari dipengaruhi oleh tempat, sebagaimana la maha suci daripada dibataskan oleh waktu. Tetapi adalah Dia sebelum dijadikan zaman dan tempat. Dia sekarang menurut apa yang Dia ada. Dia tidak sama dengan makhlukNya dengan segala sifatNya. Tiada sesuatu yang sama dengan zatNya dan tidaklah zatNya menyamai dengan sesuatu.

Dia maha-suci dari perobahan dan perpindahan. Tidaklah bertempat padaNya segala kejadian dan tidaklah mempengaruhiNya oleh segala yang mendatang. Tetapi senantiasalah Dia dalam segala sifat kebesaran-Nya, maha-suci dari kelenyapan dan senantiasalah Dia dalam segala sifat kesempurnaanNya, tidak memerlukan kepada penam-bahan kesempurnaan lagi. Mengenai zatNya diketahui adaNya dengan akal pikiran, dilihat zatNya dengan mata-hati sebagai suatu nikmat daripadaNya sebagai kasih-sayangNya kepada orang-orang yang berbuat baik dalam negeri ketetapan nanti dan sebagai suatu kesempurnaan daripadaNya dengan kenikmatan memandang kepada wajahNya yang mulia.

Hayah (hidup) dan qudrah (kuasa).
Dia itu hidup, yang kuasa, yang gagah, yang perkasa, tidak ditimpakan kepadaNya oleh kekurangan dan kelemahan,tidak ada padaNya lupa dan tidur, tidak didatangi oleh kebinasaan dan kematian. Dialah yang mempunyai kerajaan dan kekuasaan, yang mempunyai kemuliaan dan kebesaran. KepunyaanNya kekuasaan, keperkasaan, kejadian dan segala urusan. Segala langit itu terlipat dengan kanan-Nya, segala makhluk itu digagahi dalam genggamanNya. 

Dia sendirian menjadikan dan mengadakan. DijadikanNya makhluk dan perbuatannya, ditentukanNya rezeki dan ajalnya. Tidak terlepas kekuasaan dari genggamanNya dan tidak luput dari kekuasaanNya segala pertukaran keadaan. Tak terhinggakan yang dikuasaiNya dan tidak berkesudahan yang diketahuiNya.

Ilmu (mengetahui).
Dia yang mengetahui segala yang diketahui, yang meliputi dengan apa yang berlaku dari segala lapisan bumi sampai kepada langit yang tinggi. Dia maha tahu, tidak luput dari ilmuNya seberat biji sawi sekalipun, di bumi dan di langit, bahkan Dia mengetahui semut yang hitam, yang berjalan di atas batu yang hitam, dalam malam yang kelam. Dia mengetahui gerakan yang paling halus di udara terbuka. Dia tahu rahasia dan yang tersembunyi.
Dan melihat segala bisikan dalam hati kecil manusia, segala gurisan dan bathin yang tersembunyi di dalam jiwa, dengan ilmu qadim aza-li.

Senantiasalah Dia bersifat demikian pada azal-azali. Tidaklah ilmuNya dengan pengetahuan yang membaru, yang terjadi pada zatNya dengan bertempat dan berpindah.

Iradah (berkehendak).
Dia itu berkehendak, menjadikan segala yang ada, mengatur segala yang baru. Maka tidaklah berlaku pada alam yang nyata ini dan yang tidak nyata, sedikit atau banyak, kecil atau besar, baik atau buruk, bermanfa'at atau melarat, iman atau kufur, pengakuan atau mungkir, kemenangan atau kerugian, bertambah atau berkurang, tha'at atau ma'siat, selain dengan qadla dan qadarNya (ketetapan dan taqdirNya), hikmah dan kehendakNya. 

Apa yang dikehendakiNya ada. Yang tidak dikehendakiNya tidak ada. Tak ada yang keluar dari kehendakNya meskipun palingan muka orang yang memandang dan gurisan hati dari seseorang manusia. Tetapi Dialah yang memulai dan yang mengulangi, berbuat sekehendakNya, tak ada yang menolak dari perintahNya dan tak ada yang dapat berbuat akibat bagi ketetapanNya.

Tak ada yang dapat melarikan seorang hamba dari kema'siatanNya, selain dengan taufiq dan rahmatNya. Tak ada kekuatan untuk mentha'atiNya selain dengan kehendak dan iradahNya. Kalau berkumpullah insan dan jin, malaikat dan setan, untuk menggerakkan di alam ini sesuatu benda yang kecil saja atau menempatkannya tanpa iradah dan kehendakNya, maka akan lemahlah mereka itu daripadanya.
IradahNya itu berdiri pada zatNya dalam jumlah sifat-sifatNya. Senantiasalah Dia demikian, bersifat dengan iradah. Dia berkehendak pada azal untuk adanya segala sesuatu, pada waktu-waktunya yang ditaqdirkanNya. Lalu terdapatlah segala sesuatu itu pada waktunya, menurut kehendakNya pada azal, tidak terdahulu dan tidak terkemudian. Bahkan terjadi sesuai dengan ilmu dan iradahNya, tanpa pertukaran dan perubahan, Dia mengatur segala urusan, tidak dengan tartib pikiran dan pengaruh zaman Karena itu, tidaklah Dia dipengaruhi oleh apapun juga.

Sama' dan bashar (mendengar dan melihat).
Dia yang mendengar lagi yang melihat. Dia mendengar dan melihat, yang tidak luput dari pendengaranNya yang terdengar, meskipun tersembunyi. Tidak lenyap dari penglihatanNya yang terlihat, meskipun sangat halus. Tidak menghalangi pendengaranNya oleh kejauhan. Tidak menolak penglihatanNya oleh kegelapan. Dia melihat tanpa biji mata dan kelopak mata. Dia mendengar tanpa anak telinga dan daun telinga, sebagaimana Dia tahu tanpa hati dan bertenaga tanpa anggota badan dan menjadikan tanpa perkakas. Karena tidaklah sifatNya menyerupai sifat makhluk, sebagaimana zatNya tidak menyerupai zat makhluk.

Kalam (berkata-kata).
Dia yang berkata-kata, yang menyuruh dan melarang, yang berjanji balasan baik bagi orang yang berbuat baik dan yang berjanji balasan buruk bagi orang berbuat jahat, dengan kalamNya yang azali, qadim, berdiri dengan zatNya, yang tidak menyerupai dengan kalam makhluk. Tidaklah kalamNya itu dengan suara yang datang dari pembawaan udara atau penggosokan beberapa benda. Tidak dengan huruf yang berputus-putus dengan melipatkan bibir atau menggerakkan lidah. 

Dan sesungguhnya Al-Qur-an, Taurat, Injil dan Zabur adalah kitab-kitabNya yang diturunkan kepada para rasulNya as. dan dihafalkan di dalam hati. Dalam pada itu, Al-Qur-an itu qadim, berdiri dengan zat Allah Ta'ala. Tidak menerima pemisahan dan penceraian dengan sebab berpindah ke dalam hati Dan Al-Quran itu dibacakan dengan lidah, dituliskan pada lembaran-Iembaran kertas dan kertas. Nabi Musa as. mendengar kalam Allah, tanpa suara dan huruf, sebagaimana orang-orang abrar (orang-orang yang selalu berbuat kebaikan) melihat Allah Ta'ala di akhirat dengan tidak berjauhar dan ber'aradl.

Apabila segala sifat yang tersebut tadi ada pada zat Allah Ta'ala, maka adalah Allah Ta'ala itu, yang hidup dengan hidupNya(hayah), yang mengetahui dengan ilmuNya ('ilmun), yang berkuasa dengan qudrahNya, yang berkehendak dengan iradahNya, yang mendengar dengan sama'-Nya, yang melihat dengan basharNyadan yang berkata-kata dengan kalamNya. Tidak dengan semata-mata zat.

Af'al (perbuatan-perbuatan).
Tidak adalah yang maujud selain Dia. Yang lain itu ada dengan perbuatanNya, yang melimpah dari keadilanNya dengan bentuk yang sebaik-baiknya, sesempurna-sempurnanya dan seadil-adilnya.

Dia maha bijaksana dalam segala perbuatanNya, maha adil dalam segala hukumNya. Tak dapatlah dibandingkan keadilanNya dengan keadilan hambaNya. Karena hamba itu, tergambar daripadanya kedhaliman, dalam mengurus hak milik orang lain. Dan tidak tergambar kedhaliman daripada Allah Ta'ala. Sebab tidak dijumpai milik bagi yang lain, dari Allah, sehingga ada pengurusanNya itu dhalim.

Seluruhnya yang lain dari Allah, yaitu insan, jin, malaikat, setan, langit, bumi, hewan, tumbuh-tumbuhan, barang-beku, jauhar, 'aradl, yang diketahui dan yang dirasa, adalah baharu (haadits), yang dijadikan Allah dari tidak ada dengan qudrahNya dan yang diciptakan-Nya dari tidak ada sama-sekali. Karena pada azali hanyalah Dia yang ada yang Maha Esa dan yang lainNya tidak ada. Maka kemudian, dijadikanNya makhluk, untuk menyatakan qudrahNya, membuktikan bagi yang telah lalu dari IradahNya dan kebenaran kalimahNya pada azali. 

Bukan karena Dia memerlukan dan berhajat kepada yang baharu itu. Dia berkemurahan dengan menjadikan, menciptakan dan menugaskan, bukan dari kewajiban kepadaNya. Dan mengeruniakan keni'matan dan perbaikan, bukan suatu keha-rusan kepadaNya.


Sesungguhnya maka bagiNyalah keutamaan, kebaikan, keni'matan dan kemurahan. Karena Dia berkuasa menimpakan bermacam-macam 'azab kepada hambaNya dan mencobainya dengan berbagai kesengsaraan dan malapetaka. Jika dibuatNya demikian, maka adalah itu keadilan daripadaNya, bukan kekejian dan kedhaliman. Dia memberi pahala kepada hambaNya yang mu'min atas ketha'atan adalah karena kemurahan dan janjiNya. Bukan karena menjadi hak dari orang mu'min yang tha'at itu dan bukan suatu keharusan atas Allah Ta'ala. 

Karena tidak wajib atasNya berbuat untuk seseorang dan tidak tergambar daripada Allah sesuatu kedhaliman. Tidak harus ada hak seseorang atas Allah. Dan hak Allah atas makhluk wajib pada mentha'atiNya, dengan diwajibkanNya disampaikan oleh lisan para nabiNya. Tidak dengan semata-mata akal, tetapi Ia mengutuskan rasul-rasul dan melahirkan kebenaran mereka dengan mu'jizat-mu'jizat yang nyata. Lalu mereka itu menyampaikan perintahNya, laranganNya, wa'adNya (janji pahala kepada yang berbuat kebajikan) dan wa'idNya (janji siksa kepada yang berbuat kejahatan). Maka wajiblah atas makhluk membenarkan rasul-rasul itu, akan apa yang dibawanya.

Maka arti kalimah kedua, yaitu mengakui kerasulan rasul-rasul membawa risalah :
Bahwa Allah Ta'ala mengutuskan seorang nabi yang ummi (tak tahu tulis baca) dari suku Quraisy, bernama Muhammad saw. membawa risalah kepada seluruh Arab dan 'Ajam (Ajam
/Bukan Arab ), jin dan insan. Maka dengan syari'at yang dibawanya itu, menjadi mansukhlah segala syari'at yang terdahulu, kecuali hal-hal yang" ditetapkan berlakunya oleh syari'at yang baru itu. Dan dilebihkanNya Nabi Muhammad saw. atas nabi-nabi yang lain. DijadikanNya dia menjadi penghulu segala manusia dan tidak diakuiNya kesempurnaan iman dengan syahadah tauhid saja, yaitu mengucapkan "LAA ILAAHA ILLALLAAH" sebelum disambung dengan syahadah rasul. Yaitu mengucapkan "MUHAMMADUR RASUULULLAAH.

Dan Allah mewajibkan  seluruh makhluk membenarkan Muhammad saw. itu dalam segala perkhabaran yang diknabarkannya, tentang urusan dunia dan akhirat. Dan tidak diterimaNya iman seseorang dari hambaNya, sebelum beriman dengan apa yang dikhabarkan Muhammad saw. tentang hal-hal sesudah mati. Yaitu yang pertama-nya, pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir (Hadis Berkenaan Pertanyaan Mungkar Dan Nakir Dirawikan At Tirmidzi dari Ibnu Hibban Dari Abi Hurairah ). Kedua malaikat ini adalah dua pribadi yang hebat menakutkan, mendudukkan dengan baik akan hamba Allah dalam kuburnya dengan ruh dan jasad. Lalu menanyakan tentang tauhid dan risalah, dengan mengatakan : "Siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Siapa Nabimu?".

Kedua malaikat itu adalah pembawa cobaan di dalam kubur. Pertanyaannya tadi, adalah cobaan yang pertama sesudah mati.
Dan bahwa diimani dengan adanya 'azab kubur .
(Tentang Azab Kubur Dirawikan Al Bukhari dan Muslim Dari Aishah)..Dan Allah itu benar, hukumNya adil menurut sekehendakNya atas tubuh dan ruh.

Dan bahwa diimani dengan adanya neraca timbangan amal yang mempunyai dua daun dan lidah neraca (.Tentang Neraca timbangan Amal Dirawikan AlBaihaqi,dari Umar dan banyak lain lain perawi).

Tentang besarnya adalah seumpama lapisan langit dan bumi, yang ditimbang padanya segala amalan dengan qudrah Allah Ta'ala. Yang pokok pada masa itu, meskipun seberat semut yang kecil dan biji-bijian yang halus, adalah untuk membuktikan kesempurnaan keadilanNya.

Dan diletakkan lembaran amal yang baik dalam bentuk yang bagus pada daun neraca dari nur. Lalu beratlah neraca dengan amalan itu, menurut derajat nya di sisi Allah Ta'ala dengan karuniaNya, dan dilemparkanlah lembaran amal yang keji dalam bentuk yang buruk pada daun neraca kegelapan. Maka ringanlah daun neraca itu dengan keadilan Allah.

Dan bahwa diimani, bahwa titian A sh-shiraatal-mustaqlim (Tentang titian ini dirawikan AlBukhari dan Muslim Dari Abu Hurairah.) itu benar adanya. Yaitu titian yang memanjang, melalui neraka jahannam, lebih tajam dari pedang, lebih halus dari ram but, terpe-leset kaki orang-orang kafir di atasnya dengan hukum Allah Ta'ala. Lalu mereka jatuh tersungkur ke dalam neraka. Dan tetaplah di atasnya kaki orang-orang mu'min dengan karunia Allah. Lalu mereka dibawa ke negeri ketetapan (sorga).

Dan bahwa diimani dengan al-haudl-al-mauruud. Yaitu kolam Nabi Muhammad saw., di mana orang-orang mu'min akan minum padanya, sebelum masuk sorga dan sesudah melewati titian Ash-shiraatal-mustaqiim (Tentang Kolam Ini Dirawikan dari Muslim dari Anaz).

Barangsiapa meminum padanya sekali minum, maka tidak akan haus sesudahnya lagi selama-lamanya. Kolam itu lebarnya seperjalanan sebulan. Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu.Sekeliling nyacerek-cerek, jumlah-nya se ban yak bin tang di langit. Dalam kolam itu terdapat dua pancuran(Tentang Pancuran ini dirawikan dari Muslim Dari Tsauban) yang memancur padanya air dari sungai Al-Kausar. 

Dan bahwa diimani dengan hitungan amalan (hisab) dan berlebih kurangnya manusia di dalam penghisaban itu yang terbagi kepada orang yang diminta keterangan pada hisab, yang diperlunak pada hisab dan orang yang masuk sorga tanpa hisab. Yaitu orang-orang muqarrabun (orang-orang yang mendekati Allah dengan beramalan banyak).

Maka Allah menanyakan siapa yang dikehendakiNya dari para nabi tentang penyampaian risalah dan siapa yang dikehendakiNya dari orang-orang kafir tentang pendustaan mereka kepada rasul-rasul. Allah menanyakan orang-orang yang berbuat bid'ah dari sunnah dan menanyakan orang muslim tentang amalan.

Dan bahwa diimani, bahwa orang-yang bertauhid itu dikeluarkan dari neraka sesudah habis penyiksaan, sehingga tidak tinggal di dalam neraka jahannam seorangpun yang bertauhid dengan karunia Allah Ta'ala. Maka tidak ada orang yang bertauhid kekal di dalam neraka.

Dan bahwa diimani,akan memperoleh syafa'ah iz nabi-nabi, kemudian syafa'ah
(Syafaah iaitu meminta kebajikan untuk orang lain)
ulama-ulama, kemudian syafa'ah syuhada', kemudian syafa'ah orang mu'min yang lain menurut kemegahan dan kedudukannya di sisi Allah Ta'ala. Dan orang mu'min lainnya, yang tak ada baginya yang memberikan syafa'ah, maka dia dikeluarkan dari neraka dengan karunia Allah 'Azza wa Jalla. Maka tak ada seorang mu'minpun yang kekal dalam neraka. Siapa saja yang dalam hatinya seberat biji sawi keimanan akan dikeluarkan dari neraka itu.

Dan bahwa diimani kelebihan para shahabat ra. dan urutannya.

Bahwa manusia yang terutama sesudah Nabi saw., ialah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Usman, kemudian Ali, diridhai Allah kiranya mereka itu sekalian.)
Dan sesungguhnya hendaklah berbaik sangka dengan sekalian shahabat Nabi saw. dan memberi pujian kepada mereka, sebagaimana Allah swt. dan Rasulullah saw. memberi pujian kepada mereka itu sekalian.
Semuanya itu, termasuk diantara apa yang dibawakan hadits dan disaksikan oleh kata-kata peninggalan dari shahabat dan orang-orang yang terdahulu (atsar).

Barangsiapa mempercayai yang demikian itu dengan penuh keyakinan, maka adalah dia diantara ahli kebenaran, pendukung sunnah, terpisah dari rombongan kesesatan dan golongan bid'ah.
Kepada Allah Ta'ala kita meminta kesempurnaan keyakinan dan kebagusan ketetapan dalam Agama, untuk kita sendiri dan untuk kaum muslimin seluruhnya dengan rakhmat Allah. Dia amat mengasihani dari segala yang mengasihani. Kiranya Allah mencu-rahkan rakhmat kepada penghulu kita Muhammad dan kepada segala hambaNya yang pilihan.

                                                   PASAL KEDUA :
Tentang cara beransur-ansur memberi petunjuk dan susunan tingkatan ket'tiqadan.
Ketahuilah kiranya, bahwa apa yang telah kami sebutkan itu mengenai penjelasan aqidah, maka sewajarnyalah didahulukan kepada anak-anak pada awal pertumbuhannya. Supaya dihafalnya dengan baik. Kemudian, senantiasalah terbuka pengertiannya nanti sedikit demi sedikit sewaktu dia telah besar.

Jadi, permulaannya dengan menghafal,
..kemudian memahami,
kemudian beri'tiqad,
..menyakini dan membenarkan.

Dan yang demikian, termasuk hal yang berhasil pada anak-anak, dengan tidak memerlukan dalil.
Maka diantara karunia Allah Ta'ala ke dalam hati manusia ialah bahwa terbukanya pada awal kejadiannya. kepada iman tanpa memerlukan kepada alasan dan dalil. Bagaimanakah yang demikian itu dapat dibantah? Seluruh i'tiqad orang awwam, permulaannya adalah ajaran dan taqlid semata-mata.

Memang i'tiqad yang hasil dengan semata-mata taqlid, tidak luput pada mulanya dari kelemahan, dengan pengertian mungkin hilang bila datang Iawannya. Dari itu harus dikuatkan dan ditetap-teguh-kan dalam jiwa anak-anak dan orang awwam, sehingga meresap dan tidak goyang lagi.

Jalan menguatkan dan menetapkannya, tidaklah dengan mangajar-kan cara berdebat dan berilmu kalam. Tetapi adalah dengan memperbanyak pembacaan Al-Qur-an serta tafsirnya, membaca hadits dan pengertiannya. Dan mengerjakan dengan sungguh-sungguh segala macam ibadah. Dengan demikian, maka i'tiqad itu senantiasa bertambah meresap dengan dalil-dalil Al-Qur-an dan hujjahnya, yang mengetuk anak telinganya. Dan dengan kesaksian hadits dan faedah-faedah yang terkandung di dalamnya.

Dan dengan sinaran nur gemilang dari segala ibadah dan tugas-tugasnya. Dan dengan me.ijalar kepadanya, dari menyaksikan orang-orang shalih dan duduk-duduk dengan mereka, tanda, pendengaran dan sikap mereka, pada merendahkan diri, takut dan ketetapan hati kepada Allah Ta'ala.

Maka adalah permulaan ajaran keimanan itu, Iaksana penyebaran benih ke dalam dada. Dan sebab-sebab yang tersebut tadi adalah Iaksana penyiraman dan pemeliharaan benih itu. Sehingga tumbuh benih itu, kuat dan tinggi, menjadi sepohon kayu yang baik, kuat, urat tunggangnya di bumi dan cabangnya di langit.

Dan hendaklah pendengaran anak-anak itu dijaga dengan sebaik-baiknya dari berbantah dan berilmu kalam. Sebab kekacauan yang ditimbulkan oleh perdebatan itu, lebih banyak daripada pendidikan yang dihasilkannya. Dan apa yang dirusakkannya, adalah lebih banyak daripada yang diperbaikinya. Bahkan menguatkan keimanan dengan perdebatan itu menyerupai dengan memukul batang kayu dengan palu besi, karena mengharap bertambah kuatnya dengan bertambah banyak bahagian-bahagiannya.

Dan kadang-kadang perbuatan itu membinasakan dan merusakkan batang kayu itu. Dan inilah yang banyak kejadian. Kesaksian membuktikan demikian dengan tegas. Dan ambillah itu menjadi bukti yang dapat dipersaksikan dengan mata.

Maka ambillah perbandingan antara aqidah orang-orang shalih dan bertaqwa dari kebanyakan manusia dengan aqidah orang-orang ahli ilmu kalam dan perdebatan. Maka akan kita jumpai bahwa i'tiqad orang awwam itu tetap seperti bukityang tinggi, tidak dapat diumbang-ambingkan oleh angin topan dan halilintar. Dan aqidah ahli ilmu kalam yang menjaga aqidahnya dengan bermacam-maeam perdebatan, adalah seumpama seutas benang yang terlepas di udara, ditiupkan angin ke sana-sini. Kecuali orang-orang yang mendengar dalil i'tiqad dari ahli-ahli ilmu kalam, lalu dipegangnya secara taqlid. Sebagaimana dipegangnya i'tiqad itu sendiri secara taqlid, karena tak ada bedanya pada bertaqlid antara mempelajari dalil atau mempelajari i'tiqad itu tanpa dalil. Maka mempelajari.dalil itu adalah satu hal dan mencari dalil dengan pemikiran, adalah hal lain pula yang lebih jauh daripadanya.


Seorang anak kecil, apabila terjadi dalam perkembangan hidupnya di atas aqidah ini, jika dia berkecimpung dalam usaha keduniaan, maka tak terbuka baginya selain dari aqidah tadi. Tetapi ia selamat di akhirat dengan aqidah ahli kebenaran itu. Sebab, agama itu sendiri tidak memberatkan kepada orang-orang Arab yang sederhana pengetahuannya, lebih banyak dari membenarkan dengan keyakinan akan yang jelas-jelas saja dari i'tiqad-i'tiqad itu.

Adapun pembahasan, pemeriksaan dan pengaturan dalil-dalil yan& berat-berat, maka tidaklah sekali-kali mereka itu diberatkan.

Jika ia bermaksud menjadi orang yang menuju ke jalan akhirat dan mendapat pertolongan taufiq, sehingga ia berbanyak amal, selalu bertaqwa, mencegah diri dari hawa nafsu, selalu melatih diri dan bermujahadah, niscaya terbukalah baginya pintu hidayah, tersing-kaplah segala hakikat dari aqidah ini dengan nur Ilahi yang dicurah-kan dalam hatinya dengan sebab mujahadah itu, untuk pembuktian atas janji Allah 'Azza wa Jalla, dengan firmanNya : وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
(Walladziina jaahaduu fiinaa lanahdiyannahum subulanaa wa innallaaha lama'almuhsiniin).
Artinya :"Dan mereka yang bermujahadah pada Kami, sesungguhnya Kami tunjukkan jalan Kami kepada mereka. Bahwasanya Allah itu beserta orang yang berbuat baik (Al-Ankabut, 69).

Itulah
permata yang amat berharga, yang menjadi tujuan dari keimanan orang-orang shiddiq dan muqarrabin. Dan kepadanyalah diisyaratkan, rahasia kebesaran yang terpendam dalam dada Abu Bakar Shiddiq ra. sehingga dia terpandang lebih mulia dari orang-orang lain.

Terbukanya satu rahasia itu, bahkan semua rahasia-rahasia itu, mempunyai tingkat menurut tingkat mujahadahnya, tingkat kebathinannya tentang kebersihan dan kesucian dari selain Allah Ta'ala dan tentang memperoleh cahaya dengan nur keyakinan, Dan yang demikian itu, adalah seperti berlebih-kurangnya pengetahuan manusia tentang rahasia ilmu kedokteran, ilmu fiqih dan ilmu-ilmu yang lain. Karena berlainan yang demikian dengan berlainannya ijtihad dan fithrah, tentang kecerdikan dan kepintaran.
Maka sebagaimana tingkat-tingkat itu tidak terhingga, maka begitu pulalah ini.

Masaalah.
Jika anda tanyakan mempelajari cara berdebat dan ilmu kalam itu tercela, seperti mempelajari ilmu bintang atau dibolehkan atau disunatkan?

Ketahuilah, bahwa manusia dalam hal ini, mempunyai hal di luar batas dan berlebih-lebihan dalam beberapa segi. Diantaranya ada yang mengatakan bahwa mempelajari berdebat dan ilmu kalam itu bid'ah dan haram. Dan bahwa hamba Allah itu jika dia menjumpai Allah dengan seluruh dosanya selain syirik (mempersekutukan Allah), adalah lebih baik baginya daripada menjumpaiNya dengan ilmu kalam.Diantaranya ada yang mengatakan wajib dan fardlu. Adakalanya secara fardiu kifayah atau fardiu 'ain. Dan ilmu kalam itu seutama-utama ilmu dan setinggi-tinggi penghampiran diri kepada Allah. Karena ilmu itu meyakinkan bagi ilmu tauhid dan mempertahankan agama Allah Ta'ala.

Dan kepada pengharaman, ialah sepanjang madzhab Asy-Syafi'i, Malik, Ahmad bin Hanbal, Sufyan dan seluruh salaf dari ahli hadits. Berkata Ibnu Abdil-A'la ra. : "Saya mendengar Asy-Syafi'i ra, pada hari dia berdebat dengan Hafshul-fard seorang ahli ilmu kalam dari golongan Mu'tazilah,mengatakan : "Lebih baik bagi seorang hamba Allah bertemu dengan Allah dengan segala dosa selain dari syirik daripada bertemu dengan Allah dengan sesuatu daripada ilmu kalam ". Dan saya sudah mendengar dari Hafshul-fard tadi, kata-kata yang tak sanggup saya menceriterakannya".

Berkata Ibnu Abdil-A'la pula : "Saya sudah melihat dari ahli ilmu kalam itu, sesuatu yang saya tidak menyangkanya sama sekali. Dan untuk seorang hamba Allah itu, lebih baik mendapat percobaan dengan segala yang dilarang Allah selain dari syirik, daripada me –mandang pada ilmu kalam".
Berkata Al-Karabisi ra. : "Bahwa pemah Asy-Syafi'i ra. ditanyakan orang mengenai sesuatu dari ilmti kalam. Maka beliau marah, seraya berkata : "Tanyakanlah tentang ini kepada Hafshul-fard dan kawan-kawannya, orang-orang yang telah dihinakan Tuhan".Ketika Asy-Syafi'i ra. sakit, lalu datang kepadanya Hufshul-fard seraya bertanya kepadanya : "Siapakah saya ini?".
Maka menjawab Asy-Syafi'i : "Hafshul-fard, tidak dipelihara dan dipimpin engkau oleh Allah sebelum engkau bertobat dari paham yang engkau anut sekarang".
Berkata Asy-Syafi'i lagi : "Jikalau tahulah manusia apa yang di dalam ilmu kalam itu dari bermacam-macam hawa nafsu, maka akan larilah mereka daripadanya seperti larinya dari singa".

Berkata lagi Asy-Syafi'i : "Apabila engkau mendengar seseorang mengatakan : Nama, ialah yang dinamakan atau bukan yang dinamakan (Al-ismu huwal musammaa au ghairul musammaa), maka naik saksilah bahwa orang tersebut termasuk ahli ilmu kalam dan tak ada agama bagi orang itu".

Berkata Az-Za'farani : "Kata Asy-Syafi'i : Hukumanku kepada orang-orang ilmu kalam itu, dipukul dengan pelepah kurma dan dibawa berkeliling pada kabilah-kabilah dan puak-puak. Dan dikatakan, inilah balasan orang yang meninggalkan Al-Quran dan As-Sunnah dan mengambil ilmu kalam".

Berkata Ahmad bin Hanbal
rahimahullah: "Orang ilmu kalam itu tidak akan memperoleh kemenangan selama-lamanya. Hampir kita tidak melihat seorangpun yang memperhatikan ilmu kalam itu, melainkan di dalam hatinya terdapat keraguraguan".

Begitu benar Ahmad bin Hanbal mencela ilmu kalam itu, sampai ia tidak mau bercakap-cakap dengan Al-Harits Al-Muhasibi seorang yang zuhud dan wara'. Karena Al-Harits mengarang sebuah kitab untuk menentang kaum bid'ah. Berkata Ahmad bin Hanbal kepada Al-Harits itu : "Kasihan saudara! Bukankah saudara menceriterakan mula-mula kebid'ahan mereka itu? Kemudian saudara menolaknya? Bukankah saudara dengan karangan saudara itu, membawa manusia kepada membaca bid'ah dan berpikir kepada yang syubhat? Lalu terbawalah mereka kepada berpendapat dan membahas?".

Berkata Ahmad ra.: "Ulama kalam itu adalah orang-orang zindiq"( islam pada zahir ,kafir pada batin.) Berkata Malik ra. : "Tidakkah engkau melihat, bila datang orang yang lebih pandai berdebat daripadanya, adakah ia meninggalkan agamanya tiap-tiap hari, untuk agama baru?". Maksud Malik, bahwa perkataan orang-orang yangbermujadalah itu selalu berlebih-kurang.

Berkata Malik ra. pula : "Tak boleh menjadi saksi ahli bid'ah dan hawa nafsu". Maka berkata sebahagian temannya dalam menafsir-kan perkataan Malik tadi, bahwa yang dimaksudkannya dengan ahli hawa nafsu itu, ialah ahli ilmu kalam atas aliran manapun mereka berada.
Berkata Abu Yusuf : "Barangsiapa mempelajari ilmu kalam, maka ia menjadi zindiq". Berkata Al-Hasan : "Janganlah engkau bermuja-dalah dengan ahli hawa nafsu! Janganlah duduk-duduk bersama mereka dan janganlah mendengar apa-apa dari mereka".

Telah sepakat orang-orang terdahulu dari ahli hadits atas ini. Dan tak terhingga banyaknya peringatan-peringatan yang keras yang datang dari mereka. Ahli-ahli hadits itu mengatakan bahwa para shahabat Nabi saw. tidak diam daripadanya, serta mereka sebetulnya lebih mengetahui hakikat yang sebenarnya dan lebih lancar dengan penyusunan kata-kata dari orang lain. Tidak lain, melainkan karena mereka mengetahui apa yang akan terjadi dari berbagai macam kejahatan.
Dari itu Nabi saw. bersabda : هلك المتنطعون هلك المتنطعون هلك المتنطعون
(Halakal mutanaththi'uuna, halakal muta naththi'uuna, halakal-mutanath thi 'uuna).
Artinya :"Binasalah orang-orang yang berdalam-dalam membahas dan me-nyelidik! Binasalah orang-orang yang berdalam-dalam membahas dan menyelidik! Binasalah orang-orang yang berdalam-dalam membahas dan menyelidik!". (
HR Muslim dari ibnu masud Dan penyeledikan di sini dimaksudkan dalam bidang ilmu kalam yang menyangkut dalam ketuhanan)

Ahli-ahli hadits yang terdahulu itu mengemukakan pula alasan, bahwa kalau benar pembahasan dalam ilmu kalam itu termasuk sebahagian dari agama, tentulah dia menjadi yang terpenting dari apa yang disuruhkan Nabi saw. Dan tentu diajarkan oleh Nabi saw. caranya serta memberi pujian kepada ilmu itu dan kepada ahli-ahli-nya. Sesungguhnya yang diajarkan oleh Nabi saw. kepada mereka, ialah cara beristinja' (bersuci dari air kecil dan air besar). Dan di-sunatkan oleh Nabi saw. kepada mereka mempelajari ilmu faraidl (pembahagian pusaka), dan memberi pujian kepada mereka yang mempelajari ilmu itu. Dan melarang mereka memperkatakan tentang qadar (taqdir) dengan sabdanya : "Tahanlah dirimu dari memperkatakan qadar!".

Atas dasar itu, terus-meneruslah para shahabat berpegang. Maka melebihkan dari guru adalah durhaka dan dhalim. Dan para shahabat itu adalah guru dan ikutan kita. Dan kita adalah pengikut dan murid mereka.
Adapun golongan lain, mengemukakan alasan dengan mengatakan, bahwa yang ditakuti dari ilmu kalam itu, kalau ada, ialah mengenai kata-kata jauhar dan 'aradi Istilah-istilah yang ganjil ini yang tidak diketahui oleh para shahabat ra., maka persoalannya dekat saja. Karena ilmu apapun juga, telah diperbuat padanya istilah-istilah supaya mudah dipahami, seperti hadits, tafsir dan fiqih. Kalau di bentangkan kepada para shahabat itu, kata-kata : lawan, pecah, susunan, pelampauan (Ta'diyah), dan rusak letakan (fasadul wadla'), sampai kepada semua persoalan yang dikemukakan dalam bab qias (dari ilmu logika), tentu tidak dipahami mereka. Maka membuat kata-kata ('ibarah), untuk memberi dalil kepada kata-kata tersebut dengan maksud yang benar, samalah halnya seperti membuat tem-pat-tempat air dalam bentuk yang baru untuk dipakai pada jalan yang diperbolehkan.

Dan kalau yang ditakuti itu, adalah maksudnya, maka dalam hal ini kami tidak bermaksud selain dari mengenai dalil a&s baharu alam dan keesaan Khaliq dan sijat-sifatNya, sebagaimana yang tersebut dalam agama. Maka dari manakah datangnya haram mengenai Allah Ta'ala dengan dalil?

Dan kalau yang ditakuti itu yaitu perpecahan, ta'assub (fanatik golongan), permusuhan, persengketaan dan lainnya yang diakibat-kan oleh ilmu kalam itu, maka memanglah itu diharamkan. Dan wajiblah menjaga diri daripadanya. Sebagaimana sombong, 'ujub, ria, ingin jadi kepala dan lainnya yangdiakibatkan oleh ilmu hadits, tafsir dan fiqih. Itu semuanya diharamkan dan wajib menjaga diri daripadanya. Tetapi tidaklah dilarang ilmunya, karena terbawa ke situ. Bagaimanakah menyebut alasan, mencari alasan dan membahas alasan itu dilarang? Dan Allah Ta'ala sendiri berfirman : قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ
(Qul haatuu burhaanakum).
Artinya :"Katakanlah (Muhammad)! Berikanlah keteranganmu!(Al-Baqarah111),

Allah Ta'ala :لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ
(Liyahlika man halaka 'an bayyinatin wa yahyaa man hayya 'an bayyinatin).
Artinya :"Supaya binasa orang yang binasa dengan keterangan yang jelas dan hidup orang yang hidup dengan keterangan yang jelas".(Al-Anfal 42).

Berfirman Allah Ta'ala :
هل عندكم من سلطان بهذا
(Qul hal 'indakum min sulthaanin bihaadzaa).
Artinya :"Katakanlah (Muhammad)! Adakah padamu kekuasaan tentang ini?".
Yakni: keterangan dan alasan.
Berfirman Allah Ta'ala :قُلْ فَلِلَّهِ الْحُجَّةُ الْبَالِغَةُ
(Qul falillaahil hujjatul baalighah).
Artinya :"Katakanlah (Muhammad)! Allah mempunyai keterangan yang tegas".
(Al-An'am 149).
Allah Ta'ala :أَ

لَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ
(Alam tara ilalladzii haajja Ibraahiima fii rabbih).
Artinya :"Tiadakah engkau perhatikan orang yang membantah Ibrahim tentang Tuhannya?".
(All-Baqarah,ayat 258).
sampai kepada firmanNya فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ
(Fabuhital ladzii kafa )
Artinya :"Lalu orang kafir itu kehilangan akal". (Al-Baqarah, 258).

Karena dalam ayat ini, disehutkan oleh Allah swt. keterangan Nabi Ibrahim as. penentangan dan pukulannya kepada musuh sebagai pujian dari Allah Ta'ala kepada Nabi Ibrahim as.

Berfirman Allah Ta'ala :وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ
(Wa tilka hujjatunaa aatainaahaa Ibraahiima 'alaa qaumih).
Artinya :"Dan itu adalah keterangan Kami, yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya".
( Al-An'am 83).

Berfirman Allah Ta'ala :قَالُوا يَا نُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا
(Qaaluu yaa Nuuhu qad jaadaltanaa fa-aktsarta jidaalanaa).
Artinya :"Mereka berkata : Ya Nuhl Sesungguhnya engkau telah bermuja-dalah-dengan kami, maka banyaklah engkau bermujadalah dengan kami itu ( Hud 32).

Dan berfirman Allah Ta'ala mengenai kisah Fir'aun :وَمَا رَبُّ الْعَالَمِينَ
(Wa maa rabbul 'aalamiin).
Artinya :"Siapakah Tuhan Pemimpin semesta alam itu?".(Asy-Syu'ara,23).
sampai kepada firmanNya :قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكَ بِشَيْءٍ مُبِينٍ
(Qaala awalau ji'tuka bisyai-in mubiin).
Artinya :"Berkata Musa : Dapatkah kamu menerima kalau aku dapat memperhatikan sesuatu (alasan) yang terang?". (Asy-Syu'ara 30)

Kesimpulannya Al-Quran itu dari permulaannya sampai kepada penghabisannya adalah keterangan yang jelas menghadapi orang-orang kafir. Maka pegangan dalil bagi ahli-ahli ilmu kalam itu tentang tauhid ialah firman Allah Ta'ala :
لَ

وْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلا اللَّهُ لَفَسَدَتَا
(Lau kaana fiihimaa aalihatun illallaahu lafasadataa).
Artinya :"Jikalau adalah di langit dan di bumi ini beberapa Tuhan selain dari Allah, maka rusakkah langit dan bumi itu". (S. Al-Anbia', ayat 22),

Dan pegangan dalil tentang kenabian ialah firman Allah Ta'ala :
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ

(Wa in kuntum fii raibin mimmaa nazzalnaa 'alaa 'abdinaa fa'tuu bisuuratin mim mitslih).
Artinya :"Jika adalah kamu di dalam keraguan dari apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami, maka buatlah satu surat saja seperti (Al-Qur-an ) itu ". (S. Al-Baqarah, ayat 23).

Dan pegangan dalil tentang kebangkitan, firman Allah :قُ

لْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ
(QuL yuhyiihalladzii ansya-ahaa awwala marratin).
Artinya :"Katakanlah (Muhammad)! Akan dihidupkannya oleh Yang Menjadikannya pada pertama kali".
(Yaa Siin, 79).




Sumber ‘Ihya Ulumiidin Halaman 287 sampai Halama 308


Wallahu'alam
Barakallahu Fikum 
Wasalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatu

 


 Bismillahirrahmanirrahim...
Allahumma shallii alaa Muhammad Nabiyyil ummi wa barik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Wa umma wabarik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man shalla' alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man lam an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama tuhibbu an yushalli 'alaihi wassallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama amarta an yushalli 'alaihi wasallim

Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama yasbaqhis shalawatu 'alaihi wasallim.
Allahumma shalli 'alaa Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamasollaita'ala Ibrahim.
Wabarik'ala Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamabarakta'ala Ibrahima fil'alamin.
innaka hamidunmajid
amiin Ya Karim
amiin Ya Wahhab..amiin Ya "Alimun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly

Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly   1 Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu. Bismillahirrahmanirrahim Allahummashalli 'al...