Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu.
Bismillahirrahmanirrahim
Allahummashalli 'alaa Muhammad wa'alaa aalihi wa ashabihi wadlurriyatihi
washallim.
“Alhamdulillahi nasta’iinuhu wanastagh firuhu wana’uudzubillaahi min syuruuri anfusinaa waminsayyi ati a’ maalinaa man yahdihillahu falaa mudhilla lahu waman yudhlil falaa haadiya lahu, asyhadu anlaa ilaha illallaahu wah dahulaa syariikalahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu warasuuluhu la nabiya ba’da.”
Al-Ittihad
.
Ittihad tidak muncul dengan begitu saja, tetapi harus setelah menenpuh tingkatan fana’-baqa’ yang dapat ditempuh dengan menyadari keadaan dirinya sebagai individu yang terpisah dari Tuhannya, dilanjutkan dengan memperjuangkan tersingkapnya pembatas yang menghalangi pandangan mata hatinya, dengan mengikis sifat-sifat tercela, yang dilakukan secara terus manerus.
Setelah Abu Yazid mengalami ke-fana’an, dengan sirnanya segala sesuatu yang selain Allah dari pandangannya, saat itu dia tidak lagi menyaksikan selain hakikat yang satu, yaitu Allah. Bahkan dia tidak lagi melihat dirinya sendiri karena dirinya telah terlebur dalam Dia yang disaksikannya. Dalam keadaan yang seperti ini terjadi penyatuan dengan Yang Maha Benar.
Kondisi seperti itu telah menghilangkan batas antara sufi dengan Tuhan, antara yang mencintai dan yang dicintai. Pada saat seperti ini sufi dapat melihat dan merasakan rahasia Tuhan. Ketika sufi telah menyatu dengan Tuhan, sering terjadi pertukaran peran antara sufi dengan Tuhan.
Saat itu sufi tidak lagi berbicara atas namanya, melainkan atas nama Tuhan, atau Tuhan berbicara melalui mulut sufi, yang keluar dari mulutnya ungkapan-ungkapan yang kedengarannya ganjil, sebagaimana yang pernah diungkapkan Abu Yazid; pada suatu ketika aku dinaikkan kehadirat Tuhan dan ia berkata “Abu Yazid, makhluk-Ku ingin melihat engkau”, aku menjawab “kekasihku aku tidak ingin melihat mereka, tetapi jika itu kehendak-Mu, hiaslah aku dengan keesaan-Mu, sehingga jika makhluk-Mu melihat aku, mereka akan berkata ‘telah kami lihat engkau’, tetapi yang mereka lihat sebenarnya adalah Engkau, karena ketika itu aku tidak ada disana
Ketika terjadi ittihad secara utuh, Abu Yazid mengatakan dalam syatahatnya : “Tuhan berkata ; semua mereka kecuali engakau adalah makhluk-Ku”, akupun berkata, “Aku adalah Engkau, Engaku adalah aku adalah Engkau”, maka pemilahanpun terputus, kata menjadi satu, bahkan seluruhnya menjadi satu. Dia berkata, “Hai engkau”, aku dengan perantara-Nya menjawab, “Hai aku”. Dia berkata, “Engkau yang satu”. Aku menjawab, “Akulah yang satu”. Dia selanjutnya berkata, “Engkau adalah engaku”. Aku menjawab, “Aku adalah aku”.
Kata aku yang diucapkan Abu Yazid bukanlah sebagai gambaran diri Abu Yazid tetapi sebagai gambaran Tuhan, karena saat itu Abu Yazid telah bersatu dengan Tuhan, dengan kata lain, dalam ittihad Abu Yazid berbicara dengan nama Tuhan atau lebih tepat lagi, Tuhan berbicara melalui lidah Abu Yazid.
Dalam peristiwa lain, Abu Yazid dikunjungi seseorang, kemudian ia bertanya: “Siapa yang engkau cari ?”, jawabnya, jawabnya, “Abu Yazid”, Abu Yazid mengatakan : “Pergilah, di rumah ini tak ada kecuali Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Tinggi”.
Dengan ucapan-ucapan yang telah dikemukakan, Abu Yazid terlihat telah bersatu dengan Tuhan. Sehingga dia tidak sadar akan diri dan lingkungannya karena yang ada saat itu hanya Allah semata. Sebenarnya Abu Yazid tetap mengakui adanya wujud, Tuhan dan Makhluk, hanya saja dia merasakan kebersatuan antara keduanya, sedangkan masing-masing masih tetap dalam esensinya, Tuhan tetap Tuhan, makhluk tetap makhluk. Ketika terjadinya ittihad, yang dimaksud bersatu adalah dalam arti ruhani, bukan hakekat jazad.
Ittihad terjadi dengan perantara fana’-baqa’ sebagaimana telah dikemukakan, digambarkan sebagai jiwa yang kehilangan semua hasrat, perhatian dan menjadikan diri sebagai obyek Tuhan, dengan cinta di dalam batin, pikiran sifat-sifat kebaikan yang menimbulkan kekaguman dalam dirinya. Sebagaimana diceritakan bahwa Abu Yazid pernah mengatakan “Aku tidak heran terhadap cintaku pada-Mu, karena aku hanyalah hamba yang hina, tetapi aku heran terhadap cinta-Mu padaku, karena Engkau Raya Yang Maha Kuasa”.
Dia juga menyatakan, “Manusia bertaubat dari dosa-dosa mereka, tetapi aku taubat dari ucapanku “Tidak ada Tuhan selain Allah”, karena dalam hal ini aku memakai alat dan huruf, sedangkan Tuhan tidak dapat dijangkau dengan alat dan huruf”
Semakin larutnya dalam ittihad, di suatu pagi setelah shalat shubuh, Abu Yazid pernah melafalkan kalimat sampai orang lain menganggapnya orang gila dan menjauhinya dengan kalimat, “Sesungguhnya aku adalah Allah, tiada Tuhan selain aku, maka sembahlah aku, maha suci aku, maha suci aku, maha besar aku”
Ungkapan-ungkapan yang dikeluarkan oleh Abu Yazid diatas tidak dapat dilihat secara harfiah, tetapi harus dipandang sebagai ungkapan
seorang sufi yang sedang dalam
keadaan fana’, seluruh pikiran, kehendak dan tindakannya telah baqa’
dalam Tuhan. Pada dasarnya semua wujud, selain wujud Tuhan adalah fana’,
atau segala sesuatu selain Tuhan, dipandang dari keberadaan dirinya,
sudah tidak ada fana’. Dengan demikian satu-satunya wujud yang ada
hanyalah wujud Tuhan.
Dalam pengalaman tasawuf, keadaan
fana’ para sufi berbeda antara satu dengan yang lain. Ada yang kembali
kepada keadaan normal sehingga dia tetap menganggap dualitas antara
Tuhan dan alam, tetapi ada pula yang betul-betul merasakan fana’ yang
kemudian mengantarkan bersatu dengan Tuhan, sehingga tidak ada perbedaan
antara Tuhan, dengan alam, atau sebaliknya.
Meskipun Abu Yazid di pandang sebagai
tokoh terpandang dalam bidangnya, ternyata juga mendapat kritik,
sebagai contoh adalah al-Thusi, yang memaparkan bahwa ittihad
sebagaimana yang di lakukan oleh Abu Yazid, yang diawali oleh keadaan
fana’, patut diwaspadai bahaya-bahaya yang akan di timbulkannya, karena
menurutnya, sifat-sifat kemanusiaan tidak mungkin sirna dari manusia.
Oleh karena itu persangkaan bahwa manusia bisa fana’, sehingga ia
bersifat sebagaimana sifat ketuhanan, adalah keliru. Akibat ketidak
tahuannya, pendapat itu hanya akan mengantar mereka kepada hulul atau
pendapat orang nasrani tentang Isa al-Masih.
Namun juga tidak kurang dari tokoh
sufi lain yang memberikan dukungan, sebagaimana di sampaikan oleh
Al-Junaidi, yang menyatakan dapat memahami ungkapan yang di keluarkan
Abu Yazid. Bahkan Abd alQadir al-Jailani memberikan komentar, “Terhadap
apa yang di ucapkan para sufi, tidak bisa dijatuhkan hukum, kecuali apa
yang di ungkapkannya dalam keadaan sadar karena persoalannya tidak
lebih dari psikis yang sedang dialami oleh masing-masing pelaku sufi
yang sedang melangsungkan tawajjuh dengan Allah sehingga keadaan alam
dan seisinya benar-benar tertutup dari jangkauan akal mereka.
Berasambung...........
Wallahu'alam
Wallahu'alam
Barakallahu Fikum
Wasalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatu
Bismillahirrahmanirrahim...
Allahumma shallii alaa Muhammad Nabiyyil ummi wa barik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Wa umma wabarik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man shalla' alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man lam an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama tuhibbu an yushalli 'alaihi wassallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama amarta an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama yasbaqhis shalawatu 'alaihi wasallim.
Allahumma shallii alaa Muhammad Nabiyyil ummi wa barik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Wa umma wabarik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man shalla' alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man lam an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama tuhibbu an yushalli 'alaihi wassallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama amarta an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama yasbaqhis shalawatu 'alaihi wasallim.
Allahumma shalli 'alaa Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamasollaita'ala Ibrahim.
Wabarik'ala Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamabarakta'ala Ibrahima fil'alamin.
innaka hamidunmajid
amiin Ya Karim
amiin Ya Wahhab..amiin Ya "Alimun
Wabarik'ala Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamabarakta'ala Ibrahima fil'alamin.
innaka hamidunmajid
amiin Ya Karim
amiin Ya Wahhab..amiin Ya "Alimun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar