Konsep al-Ittihad Abu Yazid al-Bustamia. Al-Fana’ dan al-Baqa’Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu.
Bismillahirrahmanirrahim
Allahummashalli 'alaa Muhammad wa'alaa aalihi wa ashabihi wadlurriyatihi
washallim.
“Alhamdulillahi nasta’iinuhu wanastagh firuhu wana’uudzubillaahi min syuruuri anfusinaa waminsayyi ati a’ maalinaa man yahdihillahu falaa mudhilla lahu waman yudhlil falaa haadiya lahu, asyhadu anlaa ilaha illallaahu wah dahulaa syariikalahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu warasuuluhu la nabiya ba’da.”
.
Keadaan fana’-baqa’ dan ittihad
sebagaimana yang dialami oleh Abu Yazid dalam pengalaman tasawwufnya,
merupakan tiga aspek dalam suatu pengalaman sufi yang tejadi setelah
tercapainya makam ma’rifat. Dan hal ini tidak banyak sufi yang mencapai
tataran demikian, bahkan kalaupun ada maka tidak akan pernah lepas dari
dijumpainya prokontradari kalangan umat Islam sendiri, terutama dari
kalangan mutakallimun, karena perjalanan para sufi pada maqam yang
setelah mencapai tingkatan ma’rifat hampir selalu dinyatakan sebagai
bertentangan dengan ajaran islam, meskipun upaya demikian dilakukan
dalam rangka mendekatkan diri sedekat mungkin pada Sang Pencipta.
Dalam perspektif sufi hal ini sangat
penting, karena salah satu inti tasawuf adalah perasaan hilangnya
seluruh sifat kemanusiaan yang kmudian diganti dengan sifat-sifat
ketuhanan. Kondisi ini tercapai dengan sebuah keyakinan bahwa seluruh
sifat kemakhlukan manusia merupakan baying semu yang tidak tetap,
sedangkan sifat-sifat tuhan adalah permanen, yang diproses melalui
penghilangan kepribadian dan perasaan terhadap semua yang ada
disekitarnya terlebih dahulu. Dengan hilangnya semua perasaan dan
kehendak pada sesuatu itu, akan hilang pula berbagai keinginan untuk
memiliki benda duniawi.
Seorang sufi yang hendak bersatu
dengan tuhan;ittihad terlebih dahulu harus melalui dengan dua keadaan
yang tidak dapat dipisahkan, yaitu keadaan fana’, yakni,
kesirnaan-peleburan; penghancuran perasaan atau kesadaran seseorang
tentang dirinya dan makhluk lain disekitarnya, dan baqa’, tetap, kekal,
yakni tetap dalam kebajikan dan kekal dalam sifat ketuhanan.
Fana’-baqa’ merupakan pengetahuan atau pengalaman yang tidak bisa
diperoleh melalui pemikiran, tetapi diberikan oleh Tuhan melalaui
penerangan yang merupakan rahasia tuhan. Dikatakan demikian karena
perjalanan ini diidentikan dengan hancurnya sifat jiwa, atau sirnanya
sifatsifat tercela, maka barang siapa fana’ dari sifat tercela, maka
pada dirinya akan muncul sifat-sifat terpuji
Fana’ dan baqa’ merupkn sesuatu yang kembar, karena ia terjadi dldm waktu yang bersamaan, sehingga jika terjadi fana’, dimana pada waktu kesadaran dengan diri dan alam sekelilingnya telah hilang maka bersamaan dengan itu ia mengalami baqa’, yaitu munculnya kesadaran akan kehadirannya disisi Tuhan.
Abu Yazid mendapatkan pengalaman ini setelah melalui perjalanan yang sangat berat yaitu ketika beliau melakukan ibadah haji;
Aku pergi ke Makkah dan melihat sebuah rumah berdiri tersendiri, aku berkata; hajiku tidak diterima karena aku melihat banyak batu semacam ini, aku pergi lagi dan melihat rumah itu dan juga Tuhan rumah itu. Aku berkata, ini masih bukan pengesahan yang hakiki. Aku pergi untuk ketiga kalinya dan aku hanya melihat Tuhan rumah itu, kemudian suara dalam batinku berbisik; wahai bayazid, jika engkau tidak melihat dirimu sendiri engkau tidak akan menjadi seorang musyrik walau emgkau melihat seluruh jagad raya. Karena engkau masih melihat dirimu sendiri, engkau adalah seorang yang musyrik walaupun engkau buta terhadap seluruh jagad raya. Maka aku bertobat lagi, dan tobatku kali ini adalah tobat dari memandang wujudku sendiri
Fana’ di kalangan sufi merupakan kejadian yang temporal, tidak berlangsung secara terus menerus, seandainya kejadian ini berlangsung secara terus-menerus niscaya akan merusak ibadah lain yang justru merupakan hal yang dapat mengantar keadaannya kepada tingkatan demikian, maka dapat dikatakan bahwa hal ini akan bertentangan dengan ajaran syar’i yang merupakan pantangan pula bagi pelaku sufi.
Abu Yazid dikenal sebagai seorang sufi yang sangat memperhatikan syariat dan ajaran agama, meskipun beliau hampir selalu dalam keadaan “mabuk”hingga saat shalat tiba, ketika waktu shalat telah tiba, beliau kembali kepada kesadaran, seusai melaksanakan shalatnya, apabila di kehendaki ia kembali kepada fana’
Dengan demikian seorang sufi tidak meninggalkan syariat agama, bahkan ketaatan menjalankan seluruh ajaran akan senantiasa di upayakan semaksimal mungkin dalam rangka memenuhi standar untuk menjaga kesucian jiwanya dari sifat-sifat tercela yang akan mengganggu kebersihan jiwanya.
Berasambung...........
Wallahu'alam
Fana’ dan baqa’ merupkn sesuatu yang kembar, karena ia terjadi dldm waktu yang bersamaan, sehingga jika terjadi fana’, dimana pada waktu kesadaran dengan diri dan alam sekelilingnya telah hilang maka bersamaan dengan itu ia mengalami baqa’, yaitu munculnya kesadaran akan kehadirannya disisi Tuhan.
Abu Yazid mendapatkan pengalaman ini setelah melalui perjalanan yang sangat berat yaitu ketika beliau melakukan ibadah haji;
Aku pergi ke Makkah dan melihat sebuah rumah berdiri tersendiri, aku berkata; hajiku tidak diterima karena aku melihat banyak batu semacam ini, aku pergi lagi dan melihat rumah itu dan juga Tuhan rumah itu. Aku berkata, ini masih bukan pengesahan yang hakiki. Aku pergi untuk ketiga kalinya dan aku hanya melihat Tuhan rumah itu, kemudian suara dalam batinku berbisik; wahai bayazid, jika engkau tidak melihat dirimu sendiri engkau tidak akan menjadi seorang musyrik walau emgkau melihat seluruh jagad raya. Karena engkau masih melihat dirimu sendiri, engkau adalah seorang yang musyrik walaupun engkau buta terhadap seluruh jagad raya. Maka aku bertobat lagi, dan tobatku kali ini adalah tobat dari memandang wujudku sendiri
Fana’ di kalangan sufi merupakan kejadian yang temporal, tidak berlangsung secara terus menerus, seandainya kejadian ini berlangsung secara terus-menerus niscaya akan merusak ibadah lain yang justru merupakan hal yang dapat mengantar keadaannya kepada tingkatan demikian, maka dapat dikatakan bahwa hal ini akan bertentangan dengan ajaran syar’i yang merupakan pantangan pula bagi pelaku sufi.
Abu Yazid dikenal sebagai seorang sufi yang sangat memperhatikan syariat dan ajaran agama, meskipun beliau hampir selalu dalam keadaan “mabuk”hingga saat shalat tiba, ketika waktu shalat telah tiba, beliau kembali kepada kesadaran, seusai melaksanakan shalatnya, apabila di kehendaki ia kembali kepada fana’
Dengan demikian seorang sufi tidak meninggalkan syariat agama, bahkan ketaatan menjalankan seluruh ajaran akan senantiasa di upayakan semaksimal mungkin dalam rangka memenuhi standar untuk menjaga kesucian jiwanya dari sifat-sifat tercela yang akan mengganggu kebersihan jiwanya.
Berasambung...........
Wallahu'alam
Barakallahu Fikum
Wasalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatu
Bismillahirrahmanirrahim...
Allahumma shallii alaa Muhammad Nabiyyil ummi wa barik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Wa umma wabarik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man shalla' alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man lam an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama tuhibbu an yushalli 'alaihi wassallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama amarta an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama yasbaqhis shalawatu 'alaihi wasallim.
Allahumma shallii alaa Muhammad Nabiyyil ummi wa barik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Wa umma wabarik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man shalla' alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man lam an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama tuhibbu an yushalli 'alaihi wassallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama amarta an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama yasbaqhis shalawatu 'alaihi wasallim.
Allahumma shalli 'alaa Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamasollaita'ala Ibrahim.
Wabarik'ala Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamabarakta'ala Ibrahima fil'alamin.
innaka hamidunmajid
amiin Ya Karim
amiin Ya Wahhab..amiin Ya "Alimun
Wabarik'ala Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamabarakta'ala Ibrahima fil'alamin.
innaka hamidunmajid
amiin Ya Karim
amiin Ya Wahhab..amiin Ya "Alimun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar