Cari Blog Ini

Senin, 30 Juni 2014

Al-Hulul-6


Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu.

Bismillahirrahmanirrahim
Allahummashalli 'alaa Muhammad wa'alaa aalihi wa ashabihi wadlurriyatihi
washallim.

 
“Alhamdulillahi nasta’iinuhu wanastagh firuhu wana’uudzubillaahi min syuruuri anfusinaa waminsayyi ati a’ maalinaa man yahdihillahu falaa mudhilla lahu waman yudhlil falaa haadiya lahu, asyhadu anlaa ilaha illallaahu wah dahulaa syariikalahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu warasuuluhu la nabiya ba’da.”
 
 Al-Hulul 6

Saat-saat Kematian

Ketika hendak dieksekusi, Al-Hallaj dengan tenang berkata, "Tuan-tuan telah menjalankan peraturan yang pantas atas orang-orang yang tuan anggap melanggar undang-undang. Memang, siapa yang dipandang melanggar undang-undang syariat patut dihukum." Kemudian dia mengangkat tangannya kelangit dan berdoa, " Tuhan, maafkan orang-orang tersebut, karena mereka tidak tahu apa yang aku alami." Menurut para sufi, ketika itu pula terjadi banyak dialog antara para khalayak yang menyaksikan dia digantung. Banyak orang yang ingin bertanya kepada Al-Hallaj, karena itu adalah detik-detik terakhir Al-Hallaj. Salah satunya bertanya: "Apa itu tasawuf? Apa itu sufi?" Lalu kata Al-Hallaj : "Kematian saya sekarang ini adalah tahap paling rendah dalam tasawuf." Orang-orang bertanya, "Kalau begitu tahap apa yang paling tinggi dalam tasawuf ?" Al-Hallaj menjawab, "Engkau tidak akan sanggup mengetahuinya."

Kemudian Al-Hallaj menceritakan saat-saat ketika dia mau digantung, iblis datang menemui dia dan bertanya, "Nasibmu sebetulnya sama dengan aku, engkau berkata, Ana Al-Haq. Engkau berkata ‘aku’. Aku juga dulu berkata ‘aku’. Aku dan kau sama-sama meng’aku’kan diri masing-masing. Tetapi kenapa yang kau terima adalah anugerah dan ampunan Tuhan, tapi yang aku terima adalah laknat dan kutukan, sehingga aku dikutuk Tuhan selama-lamanya?" Al-Hallaj berkata, "Engkau berkata ‘aku’dan engkau melihat dirimu, sementara ketika aku berkata ‘aku’, aku tidak lagi melihat diriku."

Akhirnya Al-Hallaj dieksekusi, ketika algojo memotong kedua belah kakinya, dari kakinya yang bersimbah darah, Al-Hallaj mengusapkan kedua tangannya dan melakukan gerakan seperti wudhu dengan darahnya. Kata dia: "Aku ingin menemui Tuhanku dalam keadaan berwudhu." Akhirnya kedua tangannyapun dipotong, dia digantung, lehernya ditebas. Selama dua hari mayatnya dibiarkan ditonton orang-orang dialun-alun kota dan pada hari yang ketiga mayatnya dibawa kesungai dan dilemparkan ke dalamnya. Sebelum kematiannya, Al-Hallaj pernah berpesan kepada pembantunya, "Pada hari ketiga setelah aku mati, sungai di Baghdad akan sampai pada satu titik ketika sungai itu merendam kota Baghdad. Jika sampai ini terjadi, masukkanlah jubahku ke sungai tersebut."

Mengenai kematian Al-Hallaj tersebut, banyak orang-orang yang bertanya kepada murid-muridnya. "Bagaimana sebenarnya ganjaran orang-orang yang menghukum Al-Hallaj? Bukankah Al-Hallaj mati dalam kecintaan kepada Tuhan, kalau begitu orang-orang yang telah menghukum dia akan dihukum oleh Allah nanti di Hari Pengadilan?" Murid-muridnya mengatakan, "Tidak, Al-Hallaj mati karena kecintaan dia kepada Tuhan. Orang-orang yang menghukum dia berlaku demikian karena pengetahuan mereka akan agama mereka." Jadi kedua-duanya, baik Al-Hallaj maupun penghukumnya sama-sama melakukan hal yang demikian, berdasarkan kecintaan mereka kepada Allah SWT.

Setelah kematiannya sampai sekarang, berbagai macam sebutan yang diarahkan kepadanya. Ada yang mengatakannya sebagai pahlawan lagenda, ada yang menganggapnya sebagai orang yang memiliki karomah dan keajaiban, ada lagi yang menyatakan sebagai orang yang mabuk cinta kepada Tuhan, tapi ada pula yang menganggapnya seorang dukun gadungan. Wallahu a’lam.

Martir pertama dalam tasawuf
Husain ibn Mansur al-Hallaj barangkali adalah syekh sufi abad ke-9 dan ke-10 yang paling terkenal. Ia terkenal karena berkata: "Akulah Kebenaran", ucapan mana yang membuatnya dieksekusi secara brutal. Bagi para ulama ortodok, kematian ini dijustifikasi dengan alasan bid'ah, sebab Islam eksoteris tidak menerima pandangan bahwa seorang manusia bisa bersatu dengan Allah dan karena Kebenaran (Al-Haqq) adalah salah satu nama Allah, maka ini berarti bahwa al-Hallaj menyatakan ketuhanannya sendiri. Kaum sufi sejaman dengan al-Hallaj juga terkejut oleh pernyataannya, karena mereka yakin bahwa seorang sufi semestinya tidak boleh mengungkapkan segenap pengalaman batiniahnya kepada orang lain. Mereka berpandangan bahwa al-Hallaj tidak mampu menyembunyikan berbagai misteri atau rahasia Ilahi, dan eksekusi atas dirinya adalah akibat dari kemurkaan Allah lantaran ia telah mengungkapkan segenap kerahasiaan tersebut

Meskipun al-Hallaj tidak punya banyak pendukung di kalangan kaum sufi sezamannya, hampir semua syekh sufi sesungguhnya memuji dirinya dan berbagai pelajaran yang diajarkannya. Aththar, dalam karyanya Tadzkirah al-Awliya, menyuguhkan kepada kita banyak legenda seputar al-Hallaj. Dalam komentarnya, ia menyatakan, "Saya heran bahwa kita bisa menerima semak belukar terbakar (yakni, mengacu pada percakapan Allah dengan nabi Musa as) yang menyatakan Aku adalah Allah, serta meyakini bahwa kata-kata itu adalah kata-kata Allah, tapi kita tidak bisa menerima ucapan al-Hallaj, 'Akulah Kebenaran', padahal itu kata-kata Allah sendiri!". Di dalam syair epiknya, Matsnawi, Rumi mengatakan, "Kata-kata 'Akulah Kebenaran' adalah pancaran cahaya di bibir Manshur, sementara Akulah Tuhan yang berasal dari Fir'aun adalah kezaliman."

Kehidupan Al-Hallaj
Al-Hallaj di lahirkan di kota Thur yang bercorak Arab di kawasan Baidhah, Iran tenggara, pada 866M. Berbeda dengan keyakinan umum, ia bukan orang Arab, melainkan keturunan Persia. Kakeknya adalah seorang penganut Zoroaster dan ayahnya memeluk islam.

Ketika al-Hallaj masih kanak-kanak, ayahnya, seorang penggaru kapas (penggaru adalah seorang yang bekerja menyisir dan memisahkan kapas dari bijinya). Bepergian bolak-balik antara Baidhah, Wasith, sebuah kota dekat Ahwaz dan Tustar. Dipandang sebagai pusat tekstil pada masa itu, kota-kota ini terletak di tapal batas bagian barat Iran, dekat dengan pusat-pusat penting seperti Bagdad, Bashrah, dan Kufah. Pada masa itu, orang-orang Arab menguasai kawasan ini, dan kepindahan keluarganya berarti mencabut, sampai batas tertentu, akar budaya al-Hallaj.

Di usia sangat muda, ia mulai mempelajari tata bahasa Arab, membaca Al-Qur'an dan tafsir serta teologi. Ketika berusia 16 tahun, ia merampungkan studinya, tapi merasakan kebutuhan untuk menginternalisasikan apa yang telah dipelajarinya. Seorang pamannya bercerita kepadanya tentang Sahl at-Tustari, seorang sufi berani dan independen yang menurut hemat pamannya, menyebarkan ruh hakiki Islam. Sahl adalah seorang sufi yang mempunyai kedudukan spiritual tinggi dan terkenal karena tafsir Al-Qur'annya. Ia mengamalkan secara ketat tradisi Nabi dan praktek-praktek kezuhudan keras semisal puasa dan shalat sunat sekitar empat ratus rakaat sehari. Al-Hallaj pindah ke Tustar untuk berkhidmat dan mengabdi kepada sufi ini.



 
Wallahu'alam 
Barakallahu Fikum 
Wasalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatu 
 



 Bismillahirrahmanirrahim...
Allahumma shallii alaa Muhammad Nabiyyil ummi wa barik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Wa umma wabarik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man shalla' alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man lam an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama tuhibbu an yushalli 'alaihi wassallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama amarta an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama yasbaqhis shalawatu 'alaihi wasallim.
 
Allahumma shalli 'alaa Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamasollaita'ala Ibrahim.
Wabarik'ala Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamabarakta'ala Ibrahima fil'alamin.
innaka hamidunmajid
amiin Ya Karim
amiin Ya Wahhab..amiin Ya "Alimun
 
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly

Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly   1 Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu. Bismillahirrahmanirrahim Allahummashalli 'al...