Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu.
Bismillahirrahmanirrahim
Allahummashalli 'alaa Muhammad wa'alaa aalihi wa ashabihi wadlurriyatihi
washallim.
Bismillahirrahmanirrahim
Allahummashalli 'alaa Muhammad wa'alaa aalihi wa ashabihi wadlurriyatihi
washallim.
“Alhamdulillahi nasta’iinuhu wanastagh firuhu wana’uudzubillaahi min
syuruuri anfusinaa waminsayyi ati a’ maalinaa man yahdihillahu falaa
mudhilla lahu waman yudhlil falaa haadiya lahu, asyhadu anlaa ilaha
illallaahu wah dahulaa syariikalahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu warasuuluhu la nabiya ba’da.”
Manunggaling Kawula Gusti-1
SYEH SITI JENAR (juga dikenal dalam banyak nama lain,
antara lain Sitibrit, Lemahbang, dan Lemah Abang) Adalah seorang tokoh
Sufi dan juga salah satu penyebar agama Islam di pulau Jawa yang sangat
kontroversial. Tidak ada yang mengetahui secara pasti asal-usulnya, di
masyarakat, terdapat banyak versi cerita mengenai asal-usul Syekh Siti
Jenar.
Sebagian umat Islam menganggapnya sesat
karena ajarannya yang terkenal, yaitu “Manunggaling Kawula Gusti”. Akan
tetapi sebagian yang lain menganggap bahwa Syekh Siti Jenar adalah
intelektual yang sudah mendapatkan esensi Islam itu sendiri.
Ajaran–ajarannya tertuang dalam Pupuh, yaitu karya sastra yang dibuatnya.
Ajaran yang sangat mulia dari Syekh Siti Jenar adalah budi pekerti.
Syekh Siti Jenar mengembangkan ajaran
cara hidup sufi yang bertentangan dengan cara hidup Walisongo.
Pertentangan praktek sufi Syekh Siti Jenar dengan Walisongo terletak
pada penekanan aspek formal ketentuan syariah yang dilakukan oleh
Walisongo.
Konsep dan ajaran
Ajaran Syekh Siti Jenar yang paling
kontroversial terkait dengan konsepnya tentang hidup dan mati, Tuhan dan
kebebasan, serta tempat berlakunya syariat tersebut. Syekh Siti Jenar
memandang bahwa kehidupan manusia di dunia ini disebut sebagai kematian.
Sebaliknya, yaitu apa yang disebut umum sebagai kematian justru disebut
sebagai awal dari kehidupan yang hakiki dan abadi.
Konsekuensinya, ia tidak dapat dikenai
hukum yang bersifat keduniawian (hukum negara dan lainnnya), tidak
termasuk didalamnya hukum syariat peribadatan sebagaimana ketentuan
syariah.
Dan menurut ulama pada masa itu yang
memahami inti ajaran Siti Jenar bahwa manusia di dunia ini tidak harus
memenuhi rukun Islam yang lima, yaitu: syahadat, shalat, puasa, zakat
dan haji. Baginya, syariah itu baru berlaku sesudah manusia menjalani
kehidupan paska kematian. Syekh Siti Jenar juga berpendapat bahwa Allah
itu ada dalam dirinya, yaitu di dalam budi.
Pemahaman inilah yang dipropagandakan
oleh para ulama pada masa itu. Mirip dengan konsep Al-Hallaj (tokoh sufi
Islam yang dihukum mati pada awal sejarah perkembangan Islam sekitar
abad ke-9 Masehi) tentang Hulul yang berkaitan dengan kesamaan sifat
manusia dan Tuhan. Dimana Pemahaman ketauhidan harus dilewati melalui 4
tahapan ;
1. Syariat (dengan menjalankan hukum-hukum agama seperti sholat, zakat dll)
2. Tarekat, dengan melakukan amalan-amalan seperti wirid, dzikir dalam waktu dan hitungan tertentu
3. Hakekat, dimana hakekat dari manusia dan kesejatian hidup akan ditemukan
4. Makrifat, kecintaan kepada Allah dengan makna seluas-luasnya.
Bukan berarti bahwa setelah memasuki tahapan-tahapan tersebut maka tahapan dibawahnya ditiadakan.
Pemahaman inilah yang kurang bisa
dimengerti oleh para ulama pada masa itu tentang ilmu tasawuf yang
disampaikan oleh Syech Siti Jenar. Ilmu yang baru bisa dipahami setelah
melewati ratusan tahun pasca wafatnya sang Syech.
Para ulama mengkhawatirkan adanya
kesalahpahaman dalam menerima ajaran yang disampaikan oleh Syech Siti
Jenar kepada masyarakat awam dimana pada masa itu ajaran Islam yang
harus disampaikan adalah pada tingkatan ‘syariat’. sedangkan ajaran Siti
Jenar sudah memasuki tahap ‘hakekat’ dan bahkan ‘makrifat’kepada Allah
(kecintaan yang sangat kepada ALLAH).
Oleh Karen itu, ajaran yang disampaikan oleh Syech Siti Jenar hanya dapat dibendung dengan kata ‘SESAT’.
Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar merasa
malu apabila harus berdebat masalah agama. Alasannya sederhana, yaitu
dalam agama apapun, setiap pemeluk sebenarnya menyembah zat Yang Maha
Kuasa. Hanya saja masing – masing menyembah dengan menyebut nama yang
berbeda – beda dan menjalankan ajaran dengan cara yang belum tentu sama.
Oleh karena itu, masing – masing pemeluk tidak perlu saling berdebat
untuk mendapat pengakuan bahwa agamanya yang paling benar.
Syekh Siti Jenar juga mengajarkan agar
seseorang dapat lebih mengutamakan prinsip ikhlas dalam menjalankan
ibadah. Orang yang beribadah dengan mengharapkan surga atau pahala
berarti belum bisa disebut ikhlas.
Manunggaling Kawula Gusti
Dalam ajarannya ini, pendukungnya
berpendapat bahwa Syekh Siti Jenar tidak pernah menyebut dirinya sebagai
Tuhan. ‘Manunggaling Kawula Gusti’ dianggap bukan berarti bercampurnya
Tuhan dengan mahluknya, melainkan bahwa Sang Pencipta adalah tempat
kembali semua makhluk. Dan dengan kembali kepada Tuhannya, manusia telah
menjadi sangat dekat dengan Tuhannya.
Dan dalam ajarannya, ‘Manunggaling Kawula
Gusti’ adalah bahwa di dalam diri manusia terdapat ruh yang berasal
dari ruh Tuhan sesuai dengan ayat Al Qur’an yang menerangkan tentang
penciptaan manusia
Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat :
“Sesungguhnya Aku akan menciptakan
manusia dari tanah. maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan
Kutiupkan kepadanya roh Ku, maka hendaklah kamu tunduk dengan bersujud
kepadanya” (Shaad, 71-72).
Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala penyembahan terhadap Tuhan terjadi.
Perbedaan penafsiran ayat Al Qur’an dari
para murid Syekh Siti inilah yang menimbulkan polemik bahwa di dalam
tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan, yaitu polemik paham ‘Manunggaling
Kawula Gusti’.
Hamamayu Hayuning Bawana
Prinsip ini berarti memakmurkan bumi. Ini
mirip dengan pesan utama Islam, yaitu “Rahmatan lil alamin”. Seorang
dianggap muslim, salah satunya apabila dia bisa memberikan manfaat bagi
lingkungannya dan bukannya menciptakan kerusakan di bumi.
Kontroversi
Kontroversi yang lebih hebat terjadi pada
saat kematian Syekh Siti Jenar. Ajarannya yang amat kontroversial itu
telah membuat gelisah para pejabat kerajaan Demak Bintoro. Di sisi
kekuasaan, Kerajaan Demak khawatir ajaran ini akan berujung pada
pemberontakan mengingat salah satu murid Syekh Siti Jenar, Ki Ageng
Penigging atau Ki Kebo kenanga adalah keturunan elite Majapahit (sama
seperti Raden Patah) dan mengakibatkan konflik di antara keduanya.
Dari sisi agama Islam, Walisongo yang
menopang kekuasaan Demak Bintoro, khawatir ajaran ini akan terus
berkembang sehingga menyebarkan kesesatan di kalangan umat. Kegelisahan
ini membuat mereka merencanakan satu tindakan bagi Syekh Siti Jenar
yaitu harus segera menghadap Demak Bintoro.
Pengiriman utusan Syekh Dumbo dan
Pangeran Bayat ternyata tak cukup untuk dapat membuat Siti Jenar
memenuhi panggilan Sri Narendra Raja Demak Bintoro untuk menghadap ke
Kerajaan Demak. Hingga konon akhirnya para Walisongo sendiri yang
akhirnya datang ke Desa Krendhasawa di mana perguruan Siti Jenar berada.
Para Wali dan pihak kerajaan sepakat
untuk menjatuhkan hukuman mati bagi Syekh Siti Jenar dengan tuduhan
telah membangkang kepada raja. Maka berangkatlah lima wali yang
diusulkan oleh Syekh Maulana Maghribi ke Desa Krendhasawa. Kelima wali
itu adalah Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Pangeran Modang, Sunan Kudus,
dan Sunan Geseng.
Sesampainya di sana, terjadi perdebatan
dan adu ilmu antara kelima wali tersebut dengan Siti Jenar. Menurut Siti
Jenar, kelima wali tersebut tidak usah repot-repot ingin membunuhnya,
karena beliau dapat meminum tirtamarta (air kehidupan) sendiri. Ia dapat
menjelang kehidupan yang hakiki jika memang ia dan budinya menghendaki.
Tak lama berselang, terbujurlah jenazah
Siti Jenar di hadapan kelima wali. Ketika hal ini diketahui oleh
murid-muridnya, serentak keempat muridnya yang benar-benar pandai yaitu
Ki Bisono, Ki Donoboyo, Ki Chantulo dan Ki Pringgoboyo pun mengakhiri
“kematian”nya dengan cara yang misterius seperti yang dilakukan oleh
gurunya di hadapan para wali.
Kisah pada saat pasca kematian
Terdapat kisah yang menyebutkan bahwa
ketika jenazah Siti Jenar disemayamkan di Masjid Demak, menjelang shalat
Isya, semerbak beribu bunga dan cahaya kilau kemilau memancar dari
jenazah Siti Jenar.
Jenazah Siti Jenar sendiri dikuburkan di
bawah Masjid Demak oleh para wali. Pendapat lain mengatakan, ia
dimakamkan di Masjid Mantingan, Jepara, dengan nama lain.
Setelah tersiar kabar kematian Syekh Siti
Jenar, banyak muridnya yang mengikuti jejak gurunya untuk menuju
kehidupan yang hakiki. Di antaranya yang terceritakan adalah Kiai
Lonthang dari Semarang Ki Kebokenanga dan Ki Ageng Tingkir.
Wallahu'alam
Barakallahu Fikum
Wasalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatu
Bismillahirrahmanirrahim...
Allahumma shallii alaa Muhammad Nabiyyil ummi wa barik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Wa umma wabarik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man shalla' alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man lam an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama tuhibbu an yushalli 'alaihi wassallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama amarta an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama yasbaqhis shalawatu 'alaihi wasallim.
Allahumma shallii alaa Muhammad Nabiyyil ummi wa barik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Wa umma wabarik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man shalla' alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man lam an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama tuhibbu an yushalli 'alaihi wassallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama amarta an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama yasbaqhis shalawatu 'alaihi wasallim.
Allahumma shalli 'alaa Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamasollaita'ala Ibrahim.
Wabarik'ala Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamabarakta'ala Ibrahima fil'alamin.
innaka hamidunmajid
amiin Ya Karim
amiin Ya Wahhab..amiin Ya "Alimun
Wabarik'ala Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamabarakta'ala Ibrahima fil'alamin.
innaka hamidunmajid
amiin Ya Karim
amiin Ya Wahhab..amiin Ya "Alimun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar