Cari Blog Ini

Senin, 30 Juni 2014

Al-hulul-9

Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu.

Bismillahirrahmanirrahim
Allahummashalli 'alaa Muhammad wa'alaa aalihi wa ashabihi wadlurriyatihi
washallim.

 
“Alhamdulillahi nasta’iinuhu wanastagh firuhu wana’uudzubillaahi min syuruuri anfusinaa waminsayyi ati a’ maalinaa man yahdihillahu falaa mudhilla lahu waman yudhlil falaa haadiya lahu, asyhadu anlaa ilaha illallaahu wah dahulaa syariikalahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu warasuuluhu la nabiya ba’da.”
 
 
Al-hulul-9

Sementara para sufi moderat tidak memberikan komentar terlalu banyak atas kejadian ini. Mereka hanya berpendapat bahwa Al Hallaj hanyalah menghayati firman Allah dalam surat Thaha: 14, innani Ana Allah laailaha illah Ana fa'budni …sesungguhnya Aku ini adalah Allah , tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah Shalat untuk mengingat Aku. 


Sedangkan Al ghazaly yang juga membahas pengalaman para mistisi menandaskan, bahwa ekstasis itu bukanlah terleburnya makhluk dalam Allah sebagai kesatuan dalam identitas (ittihad) juga bukan manunggalnya atau penyatuan antara dua pihak yang berada pada tingkat "ADA" yang sama, tetapi penyatuan itu hanyalah seolah-olah dan ucapan-ucapan para mistisi yang mengalami kedahsyatan Allah, 

Sehingga hendaknya kita pandang sebagai hiperbola, kiasan yang melebih-lebihkan, akibat kemabukan cinta kasih (dalam Ihya' ulumuddin, bagian II kitab adabi s sama'I wa 'l wajdi , fi atari 's sama'I adabihi) Saya tidak ingin masuk kedalam kesimpulan terlalu dini, karena banyak sekali ayat-ayat Alqur'an yang dijadikan landasan oleh para sufi sebenarnya mengandung makna hiperbolis; sehingga kalau diungkapkan sekilas, kita akan terjebak kepada pengertian yang salah. 

Misalnya pada firman-firman Allah berikut ini: innahu bikulli syaiin muhithun, Sesungguhnya Dia Maha Meliputi Segala Sesuatu
( Fushilat:54); selanjutnya kullu syai in halikun illa wajhahu, dan tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajahnya ( Qasas: 88 ); juga pada ayat : Nahnu akrabu ilaihi min hablil waridi, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya ( Qaaf: 16 ); falam taqtuluuhum walakin 'l allaha qatalahum wama ramaita idza ramaita walakin 'l allaha rama, Maka ( yang sebenarnya ) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar, tetapi Allah-lah yang melempar ( Al anfaal : 17 ). DB Mac Donald menafsirkan ungkapan-ungkapan ini sebagai expression of implicit pantheism atau in philosophical language immanential monism . 


Pandangan ini harus juga ditafsirkan eksplisit, namun bahwa ada peluang bagi suatu penafsiran pantheis, memang tak dapat disangkal. Perkembangan seterusnya membuktikan, bahwa peluang itu memang ada. Banyak mufassir takut terjebak kepada makna hiperbolis atau mutasyabihat, sehingga mereka tidak berani menterjemahkan arti yang sebenarnya.seperti dalam surat Fushilat:54 Bahwa yang meliputi segala sesuatu adalah dhomir Hua, yang menunjukkan sosok orang ketiga tunggal yang melakukan suatu perbuatan. Akan tetapi dengan alasan apa mereka menggantikan arti Hua ( Dia), menjadi sebuah sifat yang meliputi segala sesuatu. Sedangkan kita tahu bahwa sifat itu ada, karena ada "wujud"(Hua ) tempat bergantungnya (sandaran) sifat. 

Inilah yang saya maksudkan bahwa dhomir Hua menunjukkan bukan kepada sifat-Nya, akan tetapi wujud secara sempurna (bikamalaatihi). Yaitu kesempurnaan meliputi Dzat, sifat, af'al dan Asma'. Dhommir Hua menunjukkan "Wujud", sedangkan sifat, af'al dan Asma merupakan diluar Diri-Nya (wujudnya) tetapi bergantung kepada Diri-Nya, karena adanya disebabkan oleh Dzat (sosok). 

Beberapa Mufassir menterjemahkan :"kekuasaan-Nya lah meliputi segala sesuatu", ada juga yang menterjemahkan : "ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu" dan banyak lagi terjemahan / tafsiran pada sekitar sifat-sifat-Nya. Hanya ulama' yang memiliki ilmu makrifat kepada Allah yang berani terang-terangan menterjemahkan : "DIA (Dzat) Meliputi Segala Sesuatu", sehingga kata DIA tidak ditafsirkan kedalam makna atau digantikan dengan bentuk yang lainnya. Saya berprasangka, kemungkinan besar para Mufassir ragu-ragu menterjemahkan kalimat hiperbolis, karena dikhawatirkan memasuki wilayah konflik politik yang sedang marak masa itu, yaitu adanya perintah penguasa melarang pandangan Wihdatul Wujud yang di gagas oleh Al Hallaj. 

Ali Ash shabuni menafsirkan, innahu bikulli syai in muhith; Sesungguhnya Allah Ta'ala Meliputi Segala Sesuatu dengan pengetahuannya (ilmu-Nya), baik secara global maupun tafshila ( mendetail ) : tafsir Shafwatut tafaasir: Juz III hlm. 129. Lebih tegas lagi Syekh Nawawi memberikan keterangan dalam tafsir Al munir, Allah merupakan Subjek Yang Meliputi Segala Sesuatu, Dia sebagai fail (subjek) Al 'alimu yang mengetahui semua ma'lumat yang tidak ada batasnya. 

Dia Mengetahui yang dhahir dan yang tersembunyi dalam diri orang-orang kafir. Sedangkan penafsiran beliau mengenai wanahnu aqrabu ilaihi min hablil waridi ( Qaaf: 16). Fa ka anna dzatuhu ta'ala qaribatun minhu ..yaitu seolah Dzat itu sendiri yang lebih dekat dari urat leher.( hal 243 Juz III , tafsir shafwatut tafaasir, Ali as shabuni). Didalam tafsier Munir karangan Syekh Nawawi dijabarkan fallahu ta'ala aqrabu ilal insaani min 'uruqihi almukhalithi lahu, Allah lebih dekat terhadap Manusia daripada keringatnya yang bercampur baginya. ( hal 319).

 Kemudian, baik syekh Nawawi maupun Ali Ash shabuni menafsirkan kullu syaiin halikun illa wajhahu, sebagai Segala sesuatu pada hakikatnya adalah fana (binasa) kecuali Dzat-Nya Yang Kekal dan Quddus. Dari pendapat tersebut diatas, dapat kita simpulkan bahwa kita tidak bisa memungkiri adanya konsep-konsep qurani yang menjadi sumber timbulnya atau menjurus kedalam paham penyatuan atau pantheisme.

Memang masih bisa diperdebatkan dari mana pengaruh-pengaruh yang membuat doktrin tersebut muncul. Menurut Massignon (massignon, Essai, hlm 84) perkembangan tersebut ada akarnya dalam Alqur'an sendiri, sedangkan menurut sementara ahli lainnya, perkembangan tadi disebabkan karena kontak dengan aliran-aliran mistik kristen di Suria serta Neoplatonisme, atau pengaruh dari Syi'ah dengan ajarannya mengenai inkarnasi Zat keallahan dalam diri Ali dan para pengikutnya (menurut DB Mac Donald, Development of Mouslem Theology, Jurisprudence and constitional theory, hal 182), atau karena pengaruh dari India, (menurut M Horten, dalam indische stromungen in der inslamischen Mystik, Heidelberg 1928) , tulisan ini dikutip dalam buku pantheisme dan monisme dalam sastra suluk Jawa hlm 21. PJ, Zoetmulder,Gramedia , Jakarta 1990). 

Dalam ajaran Tasawuf, para sufi mendahulukan pemahaman kerohaniannya melalui tahapan (martabat) untuk mencari Tuhannya, yang biasa dikenal dengan ajaran martabat tujuh. Diharapkan ajaran ini bisa membantu memberikan petunjuk bagi kita untuk meluruskan pemahaman tauhid dan menguak tabir rahasia para sufi dalam menyelami ekstasis, yang terkadang menimbulkan polemik dan absurditas, yaitu menempatkan Allah sebagai wujud yang tak tergambarkan ( asy syura: 11) dan tidak ada individuasi maupun presepsi. Prinsip ini didasari ayat yang menyatakan Segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya ( Al qashash: 88 ).

 Didalam penghayatan mistisnya, para sufi menafikan segala sesuatu termasuk dirinya sendiri; sehingga muncul kesadaran "Yang wajib ada adalah Yang Mutlak", laa maujuda illallah. Sebenarnya hal ini merupakan prinsip monotheisme, yang dibawa oleh Rasulullah saw dalam misinya, yaitu menafikan segala bentuk tuhan-tuhan selain Allah, " laa ilaha illallah" ….. pada hakikatnya segala sesuatu akan binasa (fana) kecuali wajah-Nya yang tetap abadi (baqa) , kullu man alaiha faanin, wayabqaa wajhu rabbika dzul jalaalil wal ikraam ( Ar rahman: 26-27). 

Selanjutnya kita akan mencoba menelusuri ajaran Al hallaj dengan CARA tidak serta merta menerima atau menolaknya; karena kita membutuhkan pemahaman yang jernih akan hal ini. Sekilas memang ayat-ayat tersebut diatas banyak mengarah kepada pemahaman pantheisme sebagaimana ajaran Hindu dan Katholik oleh karena itu saya akan mencoba memaparkan ajaran-ajaran mengenai penyatuan diri dengan Tuhan agar memiliki garis yang tegas sesuai misi Rasulullah dalam meluruskan tauhid kepada Dzat Yang Mutlak.

 Bedanya sangat tipis sekali antara pemahaman pantheisme yang berasal dari ajaran Hindu dan kristen dengan monotheisme yang berasal dari Alqur'an. Di dalam Al qur'an telah di ungkapkan bagaimana kaum musyrik melontarkan alasan yang dijadikan prinsip, bahwa berhala-berhala bukanlah Tuhan yang sebenarnya sebagai sesembahan, melainkan hanya sebagai perantara (washilah) untuk menuju Yang Maha Mutlak.


Wallahu'alam 
Barakallahu Fikum 
Wasalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatu 
 



 Bismillahirrahmanirrahim...
Allahumma shallii alaa Muhammad Nabiyyil ummi wa barik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Wa umma wabarik 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man shalla' alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad Biadadi man lam an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama tuhibbu an yushalli 'alaihi wassallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama amarta an yushalli 'alaihi wasallim
Allahumma shallii 'alaa Muhammad kama yasbaqhis shalawatu 'alaihi wasallim.
 
Allahumma shalli 'alaa Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamasollaita'ala Ibrahim.
Wabarik'ala Muhammadin wa'ala ali Muhammadin kamabarakta'ala Ibrahima fil'alamin.
innaka hamidunmajid
amiin Ya Karim
amiin Ya Wahhab..amiin Ya "Alimun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly

Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly   1 Assalamu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatu. Bismillahirrahmanirrahim Allahummashalli 'al...